SIMBOL BERDIRI TEGAK DI KAB.CIANJUR


Membicarakan Cianjur, kita tidak akan lepas dengan namanya kebijakan-kebijaka baru yang realisasikan degan berbagai bentuk, 3 tahun kurang sudah Cianjur di nakhodai oleh pemimpin baru, kebijakan demi kebijakan sudah mulai terasa oleh masarakat. Setelah Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Cianjur pada 22 Januari 2016 lalu telah megumumkan telah terilihnya Bupati dan Wakil Bupati Baru Kab.Cianjur.
Namun dengan kurun tiga tahun kurang ini, mungkin ini terlalu dini untuk melakukan koreksi terhadap pemerintahan Kab.Cianjur, tapi penulis rasa tidak, demi kesejahtraan dan keadilan masyarakat banyak kritikan ini perlu untuk mengontrol kinerja Pemerintahan kabupaten Cianjur untuk lebih baik lagi dan mementingkan kepentingan Rakyat banyak diatas segala-galanya.
            Dengan berjalannya waktu, kebijakan demi kebijakan dikeluarkanlah oleh Pemerintah Kab.Cianjur, ketika penulis menganalisa ada beberapa kebijakan yang kontroversial dan membuat rakyat kebingungan, diantaranya Selogan yang sekarang gencar di kumandangkan pemeritah Kab.Cianjur yakni “CIANJUR JAGO” yang pada mulanya “Cianjur Jago” ini Nama gelaran dalam festival pada Hari Jadi Cianjur (HJC) ke 339 yang jatuh pada 12 Juli 2016 tahun lalu, asal mulanya "Nama gelarannya yaitu “70 ribu detik Cianjur Jago Festival”. Namun pada kenyataanya Cianjur Jago menjadi selogan yang baru untuk Kab.Cianjur ini. Namun selogan Cianjur Jago ini sudahkah memiliki ketetapan hukum. Ini yang harus dipertnyakan, bagi penulis Sugih Mukti masih relevan dengan birokrasi di tatar santri ini.
            Beragam pertanyaan pun terlontr, Entah apa yang menjadi motiv pemerintah Kab.Cianjur menyuarakan Cianjur Jago, apa kaitannya dengan kampanye sebelumnya yang mengusung “AGAMIS” apa korelasinya dengan “CIANJUR JAGO” yang nyata-nyatanya Cianjur Jago adalah nama dari tema festival yang diselenggarakan pada 12 Juli 2016 tahun lalu bertepatan dengan Hari Jadi Kab.Cianjur (HJC) ke 339. Banyak komentar dan kritikan terhadapa Pemerintah Kab.Cianjur banyak masyarakat yang kurang setuju dan tidak mengetahui  apa motiv-nya dengan Jargon “CIANJUR JAGO”. Dan semboyan ini masih cacat dalam hukum.
            Tidak terhenti dari jargon “CIANJUR JAGO’ dan yang menyita perhatian kita dari penataan ruang diantaranya di tanaminya“POHON KELAPA” di sepanjang jalan Sala kopi dan By Pass, entah apa maksud dan tujuannya. Seperti dilansir salah satu media (pojokjabar.com/cianjur/2016/10/09/) Terbilang unik saat masyarakat CIanjur melintasi ruas jalan di Kota Cianjur, Bypass. Ruas jalan menuju akses Kabupaten Bandung Barat (KBB) dan Kabupaten Cimahi ini dipenuhi dengan 120 pohon kelapa di bagian tengah badan jalan. Pada umumnya, pohon atau tanaman yang digunakan pada bagian tengah jalan merupakan pohon cemara atau palem. Keunikan dan tanda tanya besar ini pun menuai perhatian dari sejumlah pengendara. Banyak warga khawatir, apabila sudah besar dan berbuah,  ditakutkan akan jatuh menimpa kendaraan dan mengancam keselamatan di ruas jalan Bypass.
            Lanjut dengan akhir 2017, kekisruhan pun makin meningkat dengan di rubahnya jalur angkutan yang membuat bingung publik, dan banyak supir-supir agkot banyak mengeluhkan dengan kebijakannya, dan ini ditandai pada awal tahun 2018 seluruh supir angkot melakukan mogok jalan dan demo ke pemda dan DPR-Kab.Cianjur ini menandakan begitu banyak kontriversi dalam birokrasi tatar satri, dan ditambah lagi kemacetan terjadi.

            Dan pada 20017 masyarakat mengaku keberatan Pemkab Cianjur Akan Pangkas Jamkesda Pemangkasan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) melalui Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) akan tetap dilakukan oleh Pemkab Cianjur, ini menuai tanggapan masih menimbulkan gejolak, terutama bagi masyarakat pra-sejahtera. Sejumlah aksi penolakan pun beberapa kali terjadi di Cianjur. Dan masih banyak problematika yang masih belum diselesaikan di pemerintahan Kab.Cianjur (Kasus Korupsi Dana Bantuan Sosial, TKW Ilegal, Dunia Pendidikan dan Pergaulan Remaja yang menyimpang (LGBT)). Sejauh manakah peran pemerintah dalam mensejahtrakan masayarakat banyak atau cenderung acuh-acuh saja.

Ada yang lebih hangat dari simbol (tugu-tugu) yang disuguhkan oleh pemerintah, dari mulai Tugu Tauco penulis mencoba mengilustrasiikan Tugu ini sebagai simbol bahwa Cianjur derah penghasil tauco serta sebagai makanan khas ini mungkin yang ingin disampakan oleh pemerintah, dan Tugu Padi, Tugu Kuda Kosong dan yang paling Hangat Adalah Tugu Bubur yang miring yang sedikit mau tumpah, namun bagi penulis bolehlah dengan simbol-simbol itu, namun apa yang menjadi simbol dari kesejahtraan dan keadilan bagi rakyat, dan simbol dari pemerataan pembangunan, apa simbol dari berhasilnya pendidikan dari cianjur, apa simbol dari berhasilnya ekonomi rakyat. Apa sombol dari Agamis. Tentunya semua simbol itu harus berkorelasi dan melekat pada rakyat. Simbol Tauco, Padi, Kuda,dan bubur pun ia melekat pada rakyat. Lantas simbol dari Kesejahtraan Pendidikan, Ekonomi, Pemerataan Pembangunan dan Kesejahtraan Dalam Hal Lain kemanakah Larinya.

            Kontroversi dengan kebijakan-kebijakan baru ini banyak menyita publik, dan kita tidak boleh menutup mata juga, Sungai Citarum dari tahun ke tahun semakin tercemar dan sampai saat ini belum ada peranan pemerintah yang begitu signifikan. Apalagi kita ketahui bersama di jalan raya bandung deretan pabrik-pabrik entah seperti apah Analisis Dampak Lingkungannya.

            Lantas akan adakah kebijakan-kebijakan yang lain lagi yang membuat masyarakat geleng kepala dalam pembagunan dan penataan ruang di Kabupaten Cianjur, dan penulis mendengar adanya isu PEMEKARAN CIANJUR mungkin ini salah satu bentuk kekecewaan dan ketidak adilan-nya dari Pemerintah Kab.Cianjur hari ini.  Hemat peulis , pemerintah kab. Cianjur haruslah bijak dalam menanggapi keluan-keluhan rakyatnya, apabila bapak bupati marah dan Geram membaca dan mendengar keluhan dan kritikan rakyat, maka tidak usah menjadi pemimpin. Mengapa demikian sebuah pemimpin memiliki tangung jawab yang begitu kompleks, disamping ia sebagai kepala keluarga dengan permasalahan keluargganya dan sisi lain juga ialah kepala dari jutaan rakyat kab.Cianjur. karena pemimpin segala aktifitasya akan selalu dibarengi dengan pantawan dari rakyatnya. Maka tak usah marah dan geram apabila rakyat tengah menyuarakan aspirasinya.

Penulis ingat dengan salah satu konsep yang dinyatakan oleh seorang tokoh Filusuf Islam menurut pandangan Al-Farabi membedakan negara menjadi lima macam.
Pertama, Negara utama (al-madinah al fadilah), yaitu negara yang penduduknya berada dalam kebahagiaan. Menurutnya, negara terbaik adalah negara yang dipimpin oleh Rasul, kemudian oleh para filsuf.
Kedua, Negara orang-orang bodoh (al-madinah al-jahilah), yaitu negara yang penduduknya tidak mengenal kebahagiaan.
Ketiga, Negara orang-orang fasik (al-madinah al-fasiqah), yakni negara yang penduduknya mengenal kebahagiaan, Tuhan, dan akal (fa’al al-madinah al-fadilah), tetapi tingkah kemudian mengalami kerusakan.
Keempat, Negara yang berubah-ubah (al-madinah al-mutabaddilah), ialah negara yang penduduknya pada awalnya, mempunyai pikiran dan pendapat seperti  yang dimiliki negara utama, tetapi kemudian mengalami kerusakan. Dan Kelima, Negara sesat (al-madinah ad-dalalah), yaitu negara yang penduduknya mempunyai konsepsi pemikiran yang salah tentang Tuhan dan akal fa’al, tetapi kepala negar anya beranggapan bahwa dirinya mendapat wahyu, kemudian ia menipu orang banyak dengan ucapan dan perbuatannya.

 

Abu Bakar as :Apabila Aku Benar Maka Ikutilah Aku
Abu bakar as : Apabila Aku Melenceng Maka Luruskanah
Umar Menjawab : Baik, Dengan Mengacungkan Pedangnya... Sambil Berkata : Aku Akan Luruskan Dengan Pedangnku

Penulis Sunyi.

Bandung, 03 Mei 2018


Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM KEBENDAAN DAN HAK KEBENDAAN

KAIDAH-KAIDAH FIQIH

“Menanamkan Cinta Ilmu Kepada Anak”