Kebutuhan Jiwa Anak Mesti Terbina Dengan Ketentraman


Kekerasan dalam persoalan pendidikan merupakan warna hidup dan tidak bisa dihindari. Sehingga jalan perdamaian tumbuh seiring dengan kesabaran yang lama untuk melahirkan anak-anak generasi damai (peacemeker). Kebutuhan jiwa anak, mesti terbina dengan ketentraman, komunikasi yang sehat, dan sopan santun dalam perbedaan. Lebih jauh lagi ketidaksehatan prilaku para pendidik, akan berdampak agak buruk pada kehidupan, sistem kekerabatan, gotong royong, sikap toleran, dan aneka kearifan sosial lainnya. Para penggerak perdamaian sejatinya menciptakan peace making, peace keeping, dan peace building. Pendidikan damai dalam pembelajaran di sekolah akan berpengaruh sangat signifikan bila konsep dan metode yang ditawarkan mampu mewadahi hasrat anak-anak. Mengajar dengan penuh cinta dan welas asih sangat dibutuhkan, terutama dalam menciptakan kerukunan yang penuh rasa damaii.
Faktanya berdasarkan laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pada bulan Januari hingga April 2014 lembaga tersebut menerima 622 laporan kasus kekerasan terhadap anak. Komisioner KPAI, Susanto MA  mengatakan, bahwa bentuk 622 kasus kejahatan terhadap anak terdiri dari kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan kekerasan seksual. Untuk kasus kekerasan fisik terhadap anak, sejak Januari hingga April 2014 sebanyak 94 kasus, kekerasan psikis sebanyak 12 kasus dan kekerasan seksual sebanyak 459 kasus. Menurut dia, semua kasus itu sesuai data yang ada di KPAI dan diambil langsung dari korban yang melapor ke KPAI.
Perdamaian tidak selalu  hadir saat konflik sedang melanda. Garis tebal yang mesti ada pada pendidikan damai, yakni perdamaian harus ditumbuhkembangkan di dunia anak-anak. Sebagai penerus peradaban. Seperti nilai pertama dalam buku 12 nilai dasar perdamaian, menerima diri dengan rasa syukur. Tak jarang dengan pendidikan yang diajarkan, orang tua memberikan tembok pemisah pada anak-anaknya. Dari tinjuan psikologi, setiap orang diciptakan dengan beberapa karakteristik. Dengan begitu, ada karakter negatif dan positif. Tentu ada yang bisa diubah dan ada pula yang tidak bisa diubah.
Hemat penulis Terpenting bagaimana si anak bisa belajar menerima diri sendiri dan mengubah hal-hal yang bisa diubah dan belajar menerima hal yang tidak bisa diubah dalam dirinya. Nilai kedua, memandang orang lain tanpa prasangka. Tak hanya anak-anak, kadang orang dewasa pun kerap mendahulukan prsangka dan curiga dalam menilai seseorang. Padahal yang terpenting, tilailah seseorang berdasarkan pribadinya bukan berdasarkan anggapan umum (seterotip). diantranya, melihat dan memperlakukan orang lain secara adil dan seimbang tanpa harus melihat suku, ras, atau status ekonomi. Merasa pintar akan berdampak sombong dan pada akhirnya akan diasingkan oleh orang lain. Sebaliknya merasa bodoh pun akan berujung merasa rendah. Sikap bijak harus menjadi kunci dalam keseharian meski ragam perbedaan mewarnai.
Dan ditekankan juga, menerima keragaman dan bersikap terbuka terhadap perbedaan. Permasalahan dan percekcokan sebenarnya hanya menegaskan adanya cinta yang salah letak. Jika setiap orang tak pandai menggunakan kedewasaanya dalam hal apapun, maka akan terjadi perselisihan yang panjang. Rasanya terlalu naif bila meniadakan kekerasan dan konflik. Keduanya merupakan warna hidup dan tidak bisa dihindari. Jalan perdamaian tumbuh seiring dengan kesabaran yang lama untuk melahirkan anak-anak generasi damai (peacemeker). Sebab kebutuhan jiwa anak mesti terbina dengan ketentraman, komunikasi yang sehat, dan sopan santun dalam perbedaan. Lebih jauh lagi ketidaksehatan prilaku para pendidik, akan berdampak buruk pada kehidupan, sistem kekerabatan, gotong royong, sikap toleran, dan aneka kearifan sosial lainnya.
Pendidikan damai (peace education) merupakan proses pendidikan yang memberdayakan masyarakat agar mampu memecahkan konflik dengan cara kreatif dan bukan dengan cara kekerasan. Dalam konteks ini, pendidikan damai menjadi sangat terkait dengan tingkat kepuasan masyarakat. Kesulitannya adalah tatkala cara kreatif yang ditempuh tidak menjadikan masyarakat puas dalam penyelesaian konflik.
Untuk mencapai hasil itu, para siswa terutama remaja, perlu mendapat sosialisasi pendidikan damai, sehingga mereka terbiasa menghadapi konflik dengan memilih penyelesaian yang kreatif, itulah sebabnya pendidikan kreatif perlu dikembangkan agar tumbuh rasa toleransi, saling menghargai, rasa empati kepada sesama dan juga menumbuhkan rasa percaya diri dan sikap sabar. Nilai dasar perdamaian pada tiga langkah untk menciptakan perdamaian. Pertama, berdamai dengan diri sendiri. Dalam lingkup ini, ada dua nilai yang mesti tertanam dalam benak pembimbing dan anak-anak. Yakni menerima diri, dengan melihat ke dalam diri sendiri. Kalau kita memandang dirisendiri terlalu tinggi makan akan berdampak pada kesombongan dan berujun diasingkan. Sebaliknya memandang diri terlalu rendah juga akan berdampak rendah diri dan memandang diri sendiri dengan tidak seimbang.
Kedua, prasangka dan curiga adalah awal dari ketidak damaian dalam menjalin kerukunan. Pada intinya, setiap orang diciptakan dengan berbagai karaktersitik. Ada yang negatif juga ada yang positif. Dengan karakter tersebut, kita bisa melihat ada yang bisa diubah dan ada yang tidak bisa di ubah. Jadi setiap orang harus belajar merubah apa-apa yang bisa diubah dan belajar menerima apa-apa yang tidak bisa di ubah. Pada bagian ini juga, setiap orang baik orang tua, guru, dan murid. Harus seimbang dan adil dalam memandang diri sendiri.
pendidikan perdamaian adalah salah satu upaya pembelajaran yang bisa memberikan kontribusi dan mampu menciptakan warga negara yang lebih baik di dunia ini. Proses transformasi keduanya sama yaitu dengan cara menanamkan filosofi yang mendukung dan mengajar tanpa kekerasan, yang juga berarti menjaga lingkungan dan kehidupannya sendiri sebagai manusia. Pendidikan perdamaian memberikan alternatif dengan mengajarkan kepada siswa bagaimana kekerasan bisa terjadi dan menginformasikan pengetahuan kepada siswa tentang isu-isu kritis dari pendidikan perdamaian yaitu menjaga perdamaian (peacekeeping), menciptakan perdamaian (peacemaking), dan membangun perdamaian (peacebuilding).
Pendidikan perdamaian didasarkan pada filosofi untuk mengajar tanpa kekerasan, penuh cinta, mengembangkan perasaan belas kasih, kepercayaan, kejujuran, keadilan, kerjasama dan penghormatan kepada seluruh umat manusia dan semua kehidupan di bumi ini. UNICEF mendeskripsikan pendidikan perdamaian sebagai pendidikan yang diterima di sekolah dan pendidikan di luar sekolah yang bertujuan untuk menjunjung tinggi hak anak. Tujuannya adalah menyiapkan guru supaya mampu mengembangkan sekolah dan iklim kelas dengan tingkah laku yang saling menghargai dan penuh kedamaian kepada semua anggota komunitas belajar dan menerapkan prinsip kesetaraan serta tidak diskriminatif, baik pada kebijakan administrasi maupun pada prakteknya.

Bandung, 04 Mei 2018
Salam Penulis

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM KEBENDAAN DAN HAK KEBENDAAN

KAIDAH-KAIDAH FIQIH

“Menanamkan Cinta Ilmu Kepada Anak”