Bukti Bahwa Kejahatan Dewasa Ini Sudah Menjadi Kebiasaan


Bicara tentang kebudayaan dan kriminalitas, kebudayaan itu sendiri adalah suatu sistem pola berpikir dan pola mempertahankan hidup. Lalu bagaimana suatu kejahatan dapat dikatagorikan sebagai kebudayaan dan berikan ilustrasi dan contoh suatu kejahatan yang sudah menjadi kebudayaan di Indonesia.?
Definisi kebudayaan. Secara disederhanakan dimaksudkan sebagai cara manusia/masyarakat dalam memahami, menghayati, mengekspresikan diri dan dunianya yang termanifestasikan dalam berbagai prilaku lahiriah maupun simbolis, sekaligus sebagai upaya mengatasi dan menyiasati berbagai permasalahan dalam hidupnya.
Perlu ditegaskan bahwa kebudayaan lebih sebagai proses akumulatif berkelan­jutan, walaupun pada dasarnya berkebudayaan merupakan proses belajar. Namun, itu tidak berarti kebudayaan yang telah terbentuk, ketika dipelajari dan dipraktikkan oleh generasi berikutnya harus kembali dari awal. Konsep tersebut sekaligus mengisyaratkan letak perbedaan kebudayaan di satu sisi dan peradaban di sisi lain, sisi-sisi mata uang. Sebagai ilustrasi, kebiasaan berpakaian, yang pada awalnya untuk mengatasi tantangan alam, pada akhirnya menjadi kebudayaan. Penemuan hingga model-model berpakaian telah didahului oleh suatu proses yang panjang. Karena telah menjadi kebudayaan, sebegitu jauh kita tidak merasa perlu mengulang bagaimana cara awal menemukan baju atau celana.
Sedangkan suatu kejahatan dapat dikatagorikan sebagai kebudayaan apabilah suatu kejahatan tersebut sering di lakukan oleh masyarakat tertentu, di daerah tertentu yang kejahatan itu dilakukan secara berulang dan terus menerus sehingga kejahatan atau perbuatan jahat tersebut sudah menjadi kebiasan dan sudah menjadi pola pikir dan pola hidup bagi masyarakat tersebut. apabila suatu kejahatan sudah dianggap hal yang lumrah atau hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat tersebut terhadap masyarakat yang datang dari luar (eksternal) maupun masyarakat dari dalam (internal) maka pada saat itulah kejahatan bisa dikatagorikan sudah menjadi kebiasaan karena sudah menjadi gaya hidup, pola pikir dan pola hidup bagi masyarakat sehingga perbuatan jahat tersebut dianggap hal yang biasa dilakukan.
Menurut E. H. SutherlandKejahatan adalah perbuatan yang melanggar UU (ditinjau dari sudut yuridis) sehingga ia menggolongkan perbuatan yang melanggar UU sebagai suatu kejahatan & jikatidak diatur dalam UU adalah bukan kejahatan.        
Sedangkan Menurut Soedjono Dirjosisworo kejahatan adalah sebagai perilaku yang merugikan, menjengkelkan dan tidak dapat dibiarkan berlangsung dan apabila berlangsung akan mengakibatkan masyarakat menderita sesuatu yang tidak diinginkan
Persoalan awal, apakah keriminalitas merupakan kebudayaan? Dalam cerita lama kita mengenal bagaimana kejahatan pertama kali dilakukan manusia yakni ketika Kabil membunuh adiknya Habil. Terlepas dari berbagai sebab mengapa Kabil membunuh adiknya, yang jelas sebelumnya dia tidak pernah belajar bagaimana dan mengapa harus membunuh. Kabil tidak tahu bahwa akibat perbuatannya itu adiknya mati dan dinamakan pembunuhan.
Bahkan, mungkin pada waktu itu secara relatif perbuatan tersebut tidak lang­sung diketegorikan sebagai kejahatan. Karena konteks kejahatan secara langsung berkaitan dengan kemungkinan konsensus hukum yang berlaku dan diberlakukan, serta akibat yang ditimbulkannya kepada masyarakat dan lingkungannya. 
Hemat penulis, Yang jelas, suka atau tidak, ternyata di dalam diri manusia memiliki potensi "negatif", dalam arti berpotensi melakukan sesuatu yang kemudian dinamakan keja­hatan, jika ditinjau dari berbagai seginya. Ketika cara itu bisa dilakukan lagi, dalam prosesnya yang panjang ia menjadi cara manusia untuk "mengatasi" atau "menganti­sipasi" atau bahkan "menyelesaikan" problem hidupnya. Ia menjadi semacam kebu­dayaan. Karena kebudayaan berjalan dan berubah semakin kompleks, peradaban menjadi lebih canggih, tak urung, cara orang melakukan kejahatan dituntut semakin lihai. Yang berubah adalah bukan kualitas kriminalitas, tapi cara orang melakukan kejahatan serta respon masyarakat dalam memahami perangai kejahatan.
Katakanlah, dulu orang membunuh hanya memakai senjata tajam. Waktu itu, masyarakat meresponnya dengan agak terkejut. Ketika ditemukan senjata api, cara pembunuhan lebih mudah.  Masyarakat bertambah kompleks dan masalah yang ditimbulkan semakin rumit, kejahatan secara kuantitatif meningkat terus. Resikonya, apalagi didukung oleh pemberitaan media massa yang dapat dibaca dan didengar kapan pun dan di mana pun, masyarakat semakin terbiasa dengan berbagai kejadian kejahatan.
Dalam hal ini respon masyarakat terkondisi dalam dua cara. Secara sosial masyarakat semakin tak acuh dengan berbagai kejadian yang terjadi dalam masyara­katnya, tetapi secara individual ia menuntut pengamanan maksimal bagi dirinya atas berbagai kejahatan. Itulah sebabnya, masyarakat mungkin semakin tak peduli dengan kejahatan pencurian, pemerkosaan, dsb., tetapi ia tidak pernah mentolelir jika keja­dian itu menimpa dirinya.
Konsekuensinya, bersamaan dengan kemudahan yang dimungkinan oleh tek­nologi yang dapat dipakai untuk melakukan kejahatan, teknologi pengamanan juga dipercanggih sedemikian rupa. Pecanggihan sistem pengamanan bukan saja pada teknologi dan sistemnya, tetapi dapat pula terjadi pada kemampuan masyarakat secara individual dan kolektif untuk mengantisipasinya.
Kondisi itu berbemerang ketika para kriminal dengan tidak berputus asa mempercanggih teknik (peralataan), cara, dan metode tindak kejahatan. Sebab dan alasan melakukan kejahatan juga semakin beragam. Hal tersebut terbukti hingga hari ini kriminalitas terus meningkat. Itulah bukti yang menunjukkan bahwa kejahatan dalam dewasa ini sudah menjadi kebiasaan sebab itu sudah menjadi pola pikir dan pola hidup masyarakat.
Ilustrasinya ialah seperti perbuatan  yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki wewenang terhadap pasilitas atau dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan umum atau masyarakat tetapi digunakan untuk kepentingan pribadi, keluarga atau pihak-pihak tertentu. Contoh kejahatan yang sudah menjadi kebiasaan adalah korupsi, portitusi dan ribah. Berlanjut.....
Bandung, 22 Mei 2018
Penulis Sunyi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM KEBENDAAN DAN HAK KEBENDAAN

KAIDAH-KAIDAH FIQIH

“Menanamkan Cinta Ilmu Kepada Anak”