HUKUM PACARAN DALAM ISLAM

Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Yang berkat rahmat dan hidayah dari-Nya lah kami dapat menyusun makalah yang berjudul Hukum Berpacaran dalam Islam. Tujuan kami membuat makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqh Kontemporer yang di bimbing oleh Drs. Ending Sholehuddin,. M.Ag
Makalah ini membahas tentang bagaimana seseorang dapat memahami hukum berpacaran secara luas dan luwes sehingga seseorang dapat mengetahui kedudukan hukum itu  pada dirinya sendiri terutama kepada sekelilingnya. Sehingga seseorang bisa lebih paham akan fungsi dari hukum tersebut terhadap dirinya sekaligus sekelilingnya dan memilah mana yang mudharat dan mashlahat secara baik dan benar menurut pendapatnya, juga pendapat khalayak ramai.
Tak ada gading yang tak retak, pepatah itulah yang akan membuat makalah ini begitu sederhana, namun tetap terlihat Istimewa, karena ini merupakan hasil karya Mahasiswa dengan pengetahuan yang jauh dari sempurna. Semoga walaupun ada kesalahan dalam makalah ini mohon dimaafkan karena sesungguhnya hakikat kebenaran hanyalah milik Allah semata dan kita hanya sebagai hamba yang bertakwa kepadanya, dan menjalankan perintahnya untuk terus menerus mencari dan menimba ilmu.

Bandung 20 Februari 2014
                                                                                                   Penulis




Daftar Isi
Kata Pengantar ……………………………………………..………….2
Latar Belakang …………………………………………………………3
Rumusan Masalah………………………………………………………3
Pengantar Materi………………………………………………………..4
Pembahasan versi Radikalisme…………………………………………5
Kesimpulan Hukum Versi Radikalisme…………………………………8
Pembahasan Versi Liberalisme…………………………..………………9
Kesimpulan hukum Versi Liberalisme.…………………..…………….14
Kesimpulan Penulis……………………………………………………..



A.    Latar Belakang

Latar belakang saya menulis makalah tentang hukum berpacaran ini adalah untuk mengupas semampu yang saya bisa dengan berbagai sudut pandang ulama yang berbeda-beda. Dengan didasari semangat membandingkan Ilmu yang telah saya pahami agar mampu memilih Hukum atau Madzhab yang relevan yang sesuai dengan kondisi Zaman dan Kultur kebudayaan setempat. Sehingga masalah kontemporer mengenai pacaran ini dimaklumi adanya oleh segenap pembaca  makalah saya ini
Dengan tentunya berlindung kepada Allah dari segala kesalahan dalam memberikan pemahaman saya. Karena tentunya saya hanya berusaha menggali kebenaran dengan segenap kemampuan yang Allah titipkan dalam diri saya. Semoga pembaca sekaligus dosen yang membimbing memaklumi adanya kecacatan didalamnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Penjelasan Materi mengenai Berpacaran
2.      Pandangan Ulama Kontemporer
3.      Kesimpulan  Hukum

C.    Tujuan Pembahasan
1.      Mengerti tentang hukum berpacaran
2.      Tahu pacaran yang dibolehkan dan tidak dibolehkan ditinjau dari aspek sudut pandang yang berbeda
3.      Memiliki kemampuan untuk memilih Hukum mana yang terbaik untuk kelangsungan hidupnya.





1.      Pengantar Materi

Pacaran. Begitulah banyak orang yang menyebutkannya, dan begitu erat kaitannya dengan Ta'arruf dalam bahasa islaminya. Walaupun dalam kamus Arab ditemukan pula oleh penulis yakni Tahabbub, Yang berarti percintaan. Namun tak apa, inipun nantinya hanya persoalan definisi bahasa saja yang menjadi masalah, namun pada dasarnya tetap menjurus ke hubungan saling cinta mencintai, dan kasih mengasihi.
  Masalah yang penulis angkat disini, pasti telah diterka pembaca dan pendengar makalah saya ini. Ya, betul apa hukum berpacaran itu sendiri dan juga ta'aruf. Tapi maaf penulis bukan mau merendahkan derajat kata-kata islami "Ta'arruf", namun penulis menyimpulkan definisi berpacaran yang penulis anut lebih kurang seperti ini. "Yakni menjalin kasih cinta antara 2 insan lawan jenis dengan maksud tujuan yang baik, untuk berbagi kasih sayang dengan tujuan untuk mengenal satu sama lainnya."
 Begitulah definisi yang penulis ajukan kepada para pembaca agar mengetahui landasan saya menceritakan berbagai pendapat ulama yang nantinya berimbas kepada penarikan kesimpulan yang tidak sesuai dengan definisi yang dianut oleh pembaca. Maka mohon maaf jika memang kejadian yang tidak mengenakkan itu terjadi dikemudian waktu nantinya.
Sebelum masuk kedalam materi. Penulis mengajak kepada sahabat saya yang mendengar dan membaca makalah saya ini untuk membuka jendela Otak dan akalnya agar mudah menyerap 2 aliran pendapat yang dimana 2 aliran pendapat ini mempunyai landasan pemikiran yang berbeda.
Dan yang menjadi dasar atau acuan penulis dalam makalah ini yakni membandingkan kedua pemikiran yang Liberal dan Radikal, dalam hal menemukan kejelasan dan kebenaran yang sesuai dengan kehendak sahabat pembaca sekalian.
So, tanpa berlama-lamaMari kita masuki alam 2 pemikiran antara pemikiran yang radikal dengan Liberal. Semoga para pembaca memakluminya.
بِسْمِ للهِ الرّ حْمَنِ الرَّحِيمِ


2.      PEMBAHASAN HUKUM BERPACARAN MENURUT ULAMA RADIKAL KONTEMPORER
A.    Pemaparan Masalah mengenai PACARAN
Pacaran adalah kejadian hidup yang dimana banyak orang mengatakan seperti empedu yang berasa manis seperti gula jika dimakan. Karena saking begitu lupanya ia pada setiap kepahitan kehidupan didunia yang membuat ia lupa diri akan segalanya, dengan mukjizat perasaan cinta yang diciptakan Allah kepadanya. Begitulah cinta, sungguh hal yang telah banyak menjerumuskan kaum muslimin ke dalam jurang kenistaan manakala tidak berada dalam jalur rel yang benar. Mereka sudah tidak tahu lagi mana cinta yang dibolehkan dan mana yang dilarang.
Kehidupan seorang muslim atau muslimah tanpa pacaran adalah hambar, begitulah kata mereka. Kalau dikatakan nggak usah kamu pacaran. Maka serentak ia akan mengatakan "Lha kalo nggak pacaran, gimana kita bisa ngenal calon pendamping kita?". kalo dikatakan pacaran itu haram akan dikatakan, "pacaran yang gimana dulu.". Beginilah keadaan kaum muda sekarang, racun syubhat dan racun membela hawa nafsu sudah menjadi sebuah hakim akan hukum halal-haram, boleh dan tidak. Dalam Qs 45:23 berikut ini adalah penjelasan mengenai mereka yang mengatas namakan hawa nafsunya untuk sebuah kepentingan duniawinya.
|M÷ƒuätsùr& Ç`tB xsƒªB$# ¼çmyg»s9Î) çm1uqyd ã&©#|Êr&ur ª!$# 4n?tã 5Où=Ïæ tLsêyzur 4n?tã ¾ÏmÏèøÿxœ ¾ÏmÎ7ù=s%ur Ÿ@yèy_ur 4n?tã ¾ÍnÎŽ|Çt/ Zouq»t±Ïî `yJsù ÏmƒÏöku .`ÏB Ï÷èt/ «!$# 4 Ÿxsùr& tbr㍩.xs? ÇËÌÈ  
23. Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
Abdurrahman Almukaffi dalam artikelnya yang menulis tentang pendapatnya mengenai Pacaran, yang ia tuangkan dalam bentuk karya buku. Yang berjudul "Pacaran dalam Kaca Mata Islam".



Menurut beliau, Pacaran adalah nafsu syahwat yang tidak dirahmati oleh Allah karena didalamnya mengandung 3 unsur cinta yang seharusnya dibangun ketika mereka berada dalam hidup sebagai Suami Istri yang sah menurut Agama dan atau Negara. Berikut adalah unsur yang seharusnya dibangun saat telah berada dalam pernikahan yang sah :
·        Mereka merasa beruntung sekali jika mereka dapat berduaan. Dan jika mereka berpisah dalam waktu sebentar saja membuat mereka merasa tidak nyaman, yang nantinya menimbulkan sikap saling membutuhkan satu sama lainnya
·        Mereka merasa cocok satu sama lainnya. Karena segala permasalahan yang sedang dihadapi dan dirasakan menjadi masalah yang perlu dicari pemecahannya bersama. Hal ini dimungkinkan karena mereka satu dengan lainnya merasa dapat mencapai saling pengertian dalam seluruh aspek kehidupannya. 
·        Mereka satu sama lain senantiasa berusaha sekuat tenaga untuk menuruti kemauan sang kekasih. Hal ini dimungkinkan karena perasaan cinta yang telah tumbuh secara sempurna dengan pertautan yang kuat.
Pacaran adalah sebuah proses ketidakpuasan yang terus berlanjut untuk sebuah pembuktian cinta. Kita lihat secara umum tahapan dalam pacaran.
  • Perjumpaan pertama, yaitu perjumpan keduanya yang belum saling kenal. Kemudian berkenalan baik melalui perantara teman atau inisiatif sendiri. hasrat ingin berkenalan ini begitu menggebu karena dirasakan ada sifat yang menjadi sebab keduanya merasakan getaran yang lain dalam dada. Hubungan pun berlanjut, penilaian terhadap sang kenalan terasa begitu manis, pertama ia nilai dengan daya tarik fisik dan penampilannya, mata sebagai juri. Senyum pun mengiringi, kemudian tertegun akhirnya , akhirnya jantung berdebar, dan hati rindu menggelora. Pertanyaan yang timbul kemudaian adalah kata-kata pujian, kemudian ia tuliskan dalam buku diary, "Akankah ia mencintaiku." Bila bertemu ia akan pandang berlama-lama, ia akan puaskan rasa rindu dalam dadanya. 
  • Pengungkapan diri dan pertalian, disinilah tahap ucapan I Love You, "Aku mencintaimu". Si Juliet akan sebagai penjual akan menawarkan cintanya dengan rasa malu, dan sang Romeo akan membelinya dengan, "I Love You". Jika Juliet diam dengan tersipu dan tertunduk malu, maka sang Romeo pun telah cukup mengerti dengan sikap itu. Kesepakatan? pun dibuat, ada ijin sang romeo untuk datang kerumah, "Apel Mingguan". Kapan pun sang Romeo ingin datang maka pintu pun terbuka dan di sinilah mereka akan menumpahkan perasaan masing-masing, persoalanmu menjadi persoalannya, sedihmu menjadi sedihnya, sukamu menjadi riangnya, hatimu menjadi hatinya, bahkan jiwamu menjadi hidupnya. Sepakat pengin terus bersama, berjanji sehidup semati, berjanji sampai rumah tangga. Asyik dan syahdu. 
  • Pembuktian, inilah sebuah pengungkapan diri, rasa cinta yang menggelora pada sang kekasih seakan tak mampu untuk menolak ajakan sang kekasih. " buktikan cintamu sayangku". Hal ini menjadikan perasaan masing-masing saling ketergantungan untuk memenuhi kebutuhan diantara keduanya. Bila sudah seperti ini ajakan ciuman bahkan bersenggama pun sulit untuk ditolak. Na'udzubillah 

Tapi tanpa disadari, pacaran itu sendiri telah melambungkan perasaan cinta yang semakin tinggi. Di sisi lain pacaran juga menjurus pada hubungan intim yang merusak cinta, melemahkan dan meruntuhkannya. Karena pada hakekatnya hubungan intim (bersetubuh) dalam pacaran adalah tujuan yang hendak dicapai dalam pacaran. Oleh karena itu orang yang pacaran selalu mendambakan kesyahduan. Dengan tercapainya tujuan tersebut kemungkinan tuntutannya pun mereda dan gejolak cintanya melemah. Hingga kebencian menghantui si bunga yang telah layu, karena si kumbang belang telah menghisap kehormatan secara haram.
Tak ubahnya seperti apa yang dinginkan oleh seorang pemuda untuk memadu cinta dengan dara jelita kembang desanya. dalam pandangannya sang dara tampak begitu sempurna. Higga kala itu pikiran pun hanyut, malam terkenang, siang terbayang, makan tak enak, tidur pun tak nyenyak, selalu terbayang si dia yang tersayang. Hingga tunas kerinduan menjamur menggapai tangan, menggelitik sambil berbisik. Bisikan nan gemulai, tawa-tawa kecil kian membelai, canda-canda hingga terkulai, karena asyik, cinta pun telah menggulai. Menggulai awan yang mengawang, merobek cinta yang tinggi membintang, menanti suapan manis donat berbumbu pedas hingga luka mengubur cinta..... saat sebelumnya sang cinta terbanting dengan keras..


Ø  Ibn Qayyim berpendapat " Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta. Malah, cinta diantara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan. Karena bila keduanya telah merasakan kenikmatan dan cita rasa cinta, tidak boleh tidak akan timbul keinginan lain yang tidak diperoleh sebelumnya. " 
Ø  Hadits Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah : “Nasib anak Adam mengenai zina telah ditetapkan. Tidak mustahil dia pernah melakukannya. Dua mata, zinanya memandang. Dua telinga, zinanya mendengar. Lidah, zinanya berkata. Tangan zinanya memegang. Kaki, zinanya melangkah. Hati, zinanya ingin dan rindu, sedangkan faraj (kemaluan) hanya mengikuti atau tidak mengikuti.”(HR.Muslim no.2282)
B.     KESIMPULAN HUKUM
Begitulah akhirnya mereka berdua telah terjerumus dalam nafsu syahwat, tali-tali iblis telah mengikat. Mereka jadi terbiasa jalan berdua bergandengan tangan, canda gurau dengan cubit sayang, senyum tawa sambil bergelayutan,? dan cium sayang melepas rindu. Kunjungan kesatu, kedua, ketiga, keseratus, keseribu, dan yang tinggal sekarang adalah suasana usang, bosan, dan menjenuhkan percintaan . Segalanya telah diberikan sang juliet, Juliet pun menuntut sang Romeo bertanggung jawab ? Ternyata sang romeo pergi tanpa pesan walaupun datang dengan kesan. Sungguh malang nasib Juliet.
Karena itu wahai muslimah dan kalian para pemuda kembalilah ke fitrah semula. Fitrah yang telah menjadi sunattullah, tidak satupun yang lari daripadanya melainkan akan binasa dan hancur.
Seperti itulah pendapat Abdurrahman Almukaffi yang saya kutip dengan melakukan pengeditan didalamnya. Agar lebih mudah dicerna oleh pembaca sekalian. Sekaligus juga pendengar. Yang sekaligus mewakili pandangan Ulama kontemporer dalam garis Radikal. Yang dimana sudah jelas juga tadi bisa disimpulkan bahwasannya Abd. Al-Mukaffi ini melarang hamba Allah untuk menjalin hubungan pacaran dengan berbagai argument tadi.




3.      PEMBAHASAN HUKUM BERPACARAN MENURUT ULAMA LIBERAL KONTEMPORER
Pada dasarnya, manusia yang berpacaran menurut kategori ini adalah untuk lebih mendekatkan hubungan yang akan menuju kepada tahap pernikahan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai syari'at. Dan tentunya mereka lebih mengutamakn pacaran yang "Islami". Karena pada dasarnya remaja yang melakukan pacaran tanpa menjunjung nilai-nilai Agama adalah SALAH karena mereka tentu akan mendekati perzinahan dan itu jelas dilarang agama. Berikut isi pemikiran dari buku ISTIKHARAH CINTA yang saya paparkan pada pembaca.

A.    Pemaparan Masalah Mengenai PACARAN
Bagi orang yang merasa belum siap nikah, pacaran itu bisa menciptakan rasa saling-kenal, sehingga ia menjadi merasa siap untuk meresmikan hubungan. Sementara itu, bila kita tanpa pacaran sudah bisa merasa siap untuk memikul tanggung jawab dalam pernikahan, itu antara lain karena ada rasa saling-kenal yang mendasarinya, meskipun sedikit. Rasa saling-kenal tambahan (yang tumbuh dari pacaran, misalnya) dapat membuat kita lebih merasa siap untuk menikah.
Rasa mengenal itu lebih kita butuhkan daripada pengetahuan tentang si dia. Jika kita tahu banyak, tetapi belum merasa cukup-mengenal, maka banyaknya pengetahuan itu kurang memberi kita dorongan. Tapi, jika kita merasa cukup-mengenal, maka itu sudah dapat mendorong kita untuk merasa siap untuk menikah, walau menurut ‘standar orang-orang’ pengetahuan kita tentang si dia tidak banyak. Karena itu, tidak jelasnya standar mengenal tidak menjadi masalah.
Yang penting kita berniat untuk beramal. Karena amal itu tidak pernah sia-sia selama kita ikhlas melakukannya. Karena itu, ketika Anda berbuat baik kepada pacar Anda, janganlah Anda pikirkan apakah akhirnya dia akan ditaqdirkan Allah menjadi pasangan hidup ataukah tidak. Dalam Qs Al-Qashash : 84



`tB uä!%y` ÏpoY|¡ysø9$$Î/ ¼ã&s#sù ׎öyz $pk÷]ÏiB ( `tBur uä!$y_ Ïpy¥ÍhŠ¡¡9$$Î/ Ÿxsù tøgä šúïÏ%©!$# (#qè=ÏHxå ÏN$t«ÍhŠ¡¡9$# žwÎ) $tB (#qçR%x. šcqè=yJ÷ètƒ ÇÑÍÈ  
84. Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, Maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, Maka tidaklah diberi pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.
Bagaimana kalau dalam rangka mendorong pacar agar dia semakin merasa ‘siap’ kita gunakan rayuan? Kita pakai kata-kata manis seperti: ‘Bulan madu ke awan biru, akan kugendong rembulan, kukantongi bintang-bintang. Kalau tak percaya, belahlah dadaku.’?
“Gombal! Dibohongin luuu! … Bohoooong.” Bohong? Belum tentu. Menurut Yusuf Qardhawi dan ar-Raghib al-Isfahani, berbagai macam majaz (kiasan) “yang tidak menunjukkan makna sebenarnya secara langsung, tetapi hanya dapat dipahami dengan pelbagai indikasi yang menyertainya, baik yang bersifat tekstual ataupun kontekstual, tidak boleh dianggap sebagai kebohongan.” Rasulullah saw. pun dalam berbahasa sering memakai majaz, yang mengungkap maksud beliau dengan cara-cara yang “sangat mengesankan”.
B.   Bentuk-bentuk Pacaran Islami
1) MENGUTAMAKAN AKHIRAT
Pada dua contoh, pelaku “pacaran islami” ditawari kenikmatan duniawi (zina), tetapi menolaknya dengan alasan ayat QS Az-Zukhruf [43]: 67, “Teman-teman akrab pada hari [kiamat] itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (hlm. 616 dan 655) Maksudnya, mereka yang islam itu lebih memilih kenikmatan ukhrawi daripada kenikmatan duniawi (ketika dua macam kenikmatan ini bertentangan).
Adapun pada bab terakhir, Ibnu Qayyim (dengan berlandaskan QS Al-Insaan [76]: 12) menyatakan, “Barang siapa yang mempersempit dirinya [di dunia] dengan menentang kemauan hawa nafsu, niscaya Allah akan meluaskan kuburnya dan memberinya keleluasaan di hari kemudian.” (hlm. 918)

2) MENCINTAI KARENA ALLAH
Pada suatu contoh, diungkapkan syair: “Sesunggguhnya aku merasa malu kepada kekasihku bila melakukan hal yang mencurigakan; dan jika diajak untuk hal yang baik, aku pun berbuat yang baik.” (hlm. 656)
Syair tersebut menggambarkan bahwa percintaannya “menghantarkannya untuk dapat meraih ridha-Nya” (hlm. 550). Menghindari hal yang mencurigakan dan menerima ajakan berbuat baik itu diridhai Dia, bukan?
Lantas, apa hubungannya dengan “cinta karena Allah”? Perhatikan:
Yang dimaksud dengan cinta karena Allah ialah hal-hal yang termasuk ke dalam pengertian kesempurnaan cinta kepada-Nya dan berbagai tuntutannya, bukan keharusannya. Karena sesungguhnya cinta kepada Sang Kekasih menuntut yang bersangkutan untuk mencintai pula apa yang disukai oleh Kekasihnya dan juga mencintai segala sesuatu yang dapat membantunya untuk dapat mencintai-Nya serta menghantarkannya untuk dapat meraih ridha-Nya dan berdekatan dengan-Nya. (hlm. 550)
3) MEMBUTUHKAN PENGAWASAN ALLAH DAN ORANG LAIN
Pada suatu contoh, pelaku “pacaran islami” bersyair: “Aku punya Pengawas yang tidak boleh kukhianati; dan engkau pun punya Pengawas pula” (hlm. 628).
Pada satu contoh lainnya, Muhammad bin Sirin mengabarkan bahwa “dahulu mereka, saat melakukan pacaran, tidak pernah melakukan hal-hal yang mencurigakan. Seorang lelaki yang mencintai wanita suatu kaum, datang dengan terus-terang kepada mereka dan hanya berbicara dengan mereka tanpa ada suatu kemungkaran pun yang dilakukannya di kalangan mereka” (hlm. 621).
4) MENYIMAK KATA-KATA YANG MAKRUF
Pada suatu contoh, ‘Utsman Al-Hizami mengabarkan, “Keduanya saling bertanya dan wanita itu meminta kepada Nushaib untuk menceritakan pengalamannya dalam bentuk bait-bait syair, maka Nushaib mengabulkan permintaannya, lalu mendendangkan bait-bait syair untuknya.” (hlm. 620)
Pada enam contoh, para pelaku pacaran islami “saling mengutarakan rasa cintanya masing-masing melalui bait-bait syair yang indah dan menarik” (hlm. 620-621).
Pada suatu contoh pelaku pacaran islami mengabarkan, “Demi Tuhan yang telah mencabut nyawanya, dia sama sekali tidak pernah mengucapkan kata-kata yang mesum hingga kematian memisahkan antara aku dan dia.” (hlm. 628)
5) TIDAK MENYENTUH SANG PACAR
Pada suatu contoh, pelaku pacaran islami menganggap jabat tangan “sebagai perbuatan yang tabu” (hlm. 628).
Pada dua contoh pelaku pacaran islami tidak pernah menyentuhkan tangannya ke tubuh pacarnya. (hlm. 634)
Pada contoh lainnya, pelaku pacaran islami “berdekatan tetapi tanpa bersentuhan” (hlm. 621).
Sementara itu, Ibnu Qayyim mengecam gaya pacaran jahili di zaman beliau. Mengutip kata-kata Hisyam bin Hassan, “yang terjadi pada masa sekarang, mereka masih belum puas dalam berpacaran, kecuali dengan melakukan hubungan sebadan alias bersetubuh” (hlm. 621).
6) MENJAGA PANDANGAN
Di antara contoh-contoh itu, terdapat satu kasus hlm. (617) yang menunjukkan bahwa si pelaku pacaran islami “dapat melihat” kekasihnya. Akan tetapi, Ibnu Qayyim telah mengatakan “bahwa pandangan yang dianjurkan oleh Allah SWT sebagai pandangan yang diberi pahala kepada pelakunya adalah pandangan yang sesuai dengan perintah-Nya, yaitu pandangan yang bertujuan untuk mengenal Tuhannya dan mencintai-Nya, bukan pandangan ala setan” (hlm. 241).
7) SEPERTI BERPUASA
Ibnu Qayyim menyimpulkan:
Demikianlah kisah-kisah yang menggambarkan kesucian mereka dalam bercinta. Motivasi yang mendorong mereka untuk memelihara kesuciannya paling utama ialah mengagungkan Yang Mahaperkasa, kemudian berhasrat untuk dapat menikahi bidadari nan cantik di negeri yang kekal (surga). Karena sesungguhnya barang siapa yang melampiaskan kesenangannya di negeri ini untuk hal-hal yang diharamkan, maka Allah tidak akan memberinya kenikmatan bidadari nan cantik di negeri sana…. (hlm. 650)

Oleh karena itu, hendaklah seorang hamba bersikap waspada dalam memilih salah satu di antara dua kenikmatan [seksual] itu bagi dirinya dan tiada jalan lain baginya kecuali harus merasa puas dengan salah satunya, karena sesungguhnya Allah tidak akan menjadikan bagi orang yang menghabiskan semua kesenangan dan kenikmatan dirinya dalam kehidupan dunia ini, seperti orang yang berpuasa dan menahan diri darinya buat nanti pada hari berbukanya saat meninggalkan dunia ini manakala dia bersua dengan Allah SWT. (hlm. 650-651)



C. Jangan Berlebihan ! dalam mencegah Zinah
Dalam hukum Islam, kaidah taisir (pemberian kemudahan) diakui di samping kaidah saddudz-dzari’ah (pencegahan). Keduanya saling melengkapi dan saling menyeimbangkan. Bolehkah kita menerapkan satu kaidah saja dan tidak menerima kaidah lainnya? Jangan! Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman! Masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya!” (al-Baqarah [2]: 208)
Sayangnya, sebagian penghujat yang bersikap benci dan antipati terhadap ‘pacaran islami’. Dengan keras mereka nyatakan bahwa pemahaman dan “istilah pacaran islami tuh … berbahaya.” Bahkan, mereka memandang para pendukung ‘pacaran islami’ sebagai “musuh dalam selimut” yang “lebih berbahaya daripada musuh yang jelas di depan mata.” Alasan mereka, semua aktivitas ‘pacaran islami’ merupakan “upaya pembusukan Islam dari dalam.” Namun, kami menyayangkan sikap kebencian dan posisi permusuhan mereka itu. Mengapa? Karena kami yakin bahwa para penyokong islamisasi pacaran, yang suka membersihkan diri, tidak mustahil dicintai Allah dan menjadi kekasih-Nya. (Lihat at-Taubah [9]: 108.)
¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§q­G9$# =Ïtäur šúï̍ÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ  
222. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
Sedangkan dalam sebuah hadits Qudsi Allah berfirman: “Barangsiapa memusuhi kekasih-Ku, maka sungguh Aku menyatakan perang kepadanya.” (HR Bukhari) Padahal, para pembenci ‘pacaran islami’ itu tidak ingin diperangi Allah, bukan?
Qs Al-Maidah : 57
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qãBÌhptéB ÏM»t6ÍhsÛ !$tB ¨@ymr& ª!$# öNä3s9 Ÿwur (#ÿrßtG÷ès? 4 žcÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏtF÷èßJø9$# ÇÑÐÈ  
87. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
D. Kesimpulan
Pada dasarnya memang, pacaran yang diberitakan tadi oleh Mujtahid Liberal Kontemporer tadi jelas sekali melarang pacaran yang didalamnya dibumbui dengan adanya pegangan tangan, ciuman, berdua-duaan ditempat sepi dan segala macam bentuk perbuatan yang mengantarkan kepada zinah adalah HARAM tanpa toleransi. Tetapi, mereka menghalalkan jika pacaran itu diubah menjadi ke term yang lebih baik lagi. Karena memang Pacaran yang terbentuk dalam term masyarakat Indonesia kita ini adalah pacaran yang berbau asusila, pornografi, atau yang mengantarkan kita kepada perzinahan.
Maka oleh dari itu Pacaran "Islami" atau bisa disetarakan dengan Ta'arruf yang saya sampaikan dibagian awal yaitu mengenai pacaran ini. Yaitu adalah pacaran yang tanpa adanya perihal yang mengantarkan sesuatu dari kita kepada hubungan yang berbau asusila atau pornografi, atau yang menjurus kepadanya. Karena itu, budayakanlah pacaran di tempat ramai dan jauh dari fitnah dengan mengatur jarak yang pas diantara keduanya tanpa adanya rasa ingin merusak calon pasangan hidup anda kelak nantinya, dan menjadikannya sebagai penyemangat hidup yang membawa kita kepada jalan dan rahmat Allah.




Penutup
Alhamdulillah selesailah pemaparan saya mengenai Hukum Berpacaran dalam Islam menurut Pandangan Ulama Kontemporer. Semoga pembaca makalah mengetahui maksud dan tujuan utama saya dalam menyusun makalah ini yaitu agar saudara sekalian paham betul mana yang harus saudara pilih yang lebih relevan untuk dijadikan batu pijakan kelak dikemudian waktu, perihal menentukan jodoh dengan jalan pacaran.
Karena kebenaran Hukum itu tidak hanya mesti kebenaran yang dipandang benar secara syari'at saja, tetapi ada faktor Qalbu atau Hati disana yang mampu mengkaji lebih dalam lagi tentang kebenaran tadi. Dan inilah yang dinamakan ilmu tasawuf. Maka jika itu dilaksanakan, akan muncul kebenaran hakiki yang akan anda temukan dalam pribadi anda, yang terbentuk secara tidak sadar dalam pribadi anda. Dan mungkin anda telah tergolong orang-orang ahli sufi seperti tokoh terkenal dalam bidang ini Imam Al-Ghazali dengan kitabnya Ihya ulumuddin, jika anda memang benar-benar melakukan pengkajian tentang kebenaran ukum ini dengan menggunakan Qalbu yang bersih yang selalu tersambung dengan Allah sang Malikul Mulk. Untuk menentukan mana yang lebih relevan untuk anda terapkan dalam kehidupan sehari-hari nantinya.
Sekian materi yang penuh dengan kekurangan ini. Semoga apa yang saya sampaikan membekas di hati saudara sekalian dan berubah menjadi aplikasi nyata layaknya manusia yang siap untuk memberikan kontribusinya yang baik sebagai Khalifah di se-Antero dunia untuk merubah dunia ini menjadi ke derajat yang lebih baik lagi di sis Allah S.W.T.
Amin.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM KEBENDAAN DAN HAK KEBENDAAN

KAIDAH-KAIDAH FIQIH

“Menanamkan Cinta Ilmu Kepada Anak”