Kritikan Tajam, Pemerintah Tak Usah Ngotot Untuk Menyanggahnya


Akhir-akhir ini kebebasan berpendapat mengalami perhatian yang sangat serius baik ditataran elit pemerintah sampai masyarakat bawah, riak-riaknya sangat terasa dan ditambah lagi dengan momentum pesta politik,
Pengamat Politik Rocky Gerung yang namnaya begitu melambung dengan analisa-analisa yang begitu tajam. Ia juga  menyayangkan sejumah pendapat yang merupakan kebebasan berpendapat dipersepsikan sebagai ujaran kebencian dan penodaan tehadap suku, agama, ras, dan antargolongan (sara).
Analisa Rocky Gerung yang tajam tersebut, membuat sebagian kalangan kemudian ada yang melaporkan ke kepolisian, dengan tuduhan ujaran kebencian berunsur sara. Namun sampai saat ini kasusnya tidak terdengar lagi seperti apa kelanjutannya.
Hemat penulis Kebebasan berpendapat ialah berdaulatnya sebuah bangsa, terlebih bangsa ini berlandaskan Asa Dekomrasi. Namun kebebasan itu tidak kebablasan dengan mengedepankan Argumen (dengan niat ingin membangun) bukan sentimentil (marah ingin menjatuhkan). Tidak mudah juga kita menarik kesimpulan bahwa kebebasan berpendapat itu memiliki unsur Menista atau tidak apabila kita dalam kondisi marah (Sentimen). Kata “FIKSI” yang diucapkan Rocky Gerung awalnya merujuk pada literatur yang diucapkan oleh Prabowo Subianto.
Analisa penulis, Hal ini juga sudah tertulis dalam UUD 19945 pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Dalam Pasal 19, “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara apapun juga dan tidak memandang batas -batas”.
Dengan kata lain, mengemukakan kebebasan pendapat tersebut harus dilaksanakan secara bertanggung jawab. Artinya apa, dalam mengemukakan pendapat harus dilandasi Nalar yang sehat, niat ingin membangun, dan norma- norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan demikian, pendapat yang dikemukakan tersebut bukan saja bermanfaat bagi dirinya, melainkan juga bermanfaat bagi orang lain, masyarakat atau bahkan bagi bangsa dan negara.
Mendapatkan suatu kritikan yang Tajam memang terkadang bisa membuat para elit pemerintah kita campur aduk seperti marah atau sedih, tapi sebenarnya para elit pemerintah kita pastinya bisa menghadapi segala macam kritikan, hemat penulis Kritikan atau Pujian tidak bisa di pisahkan, ini artinya apah, apabila keritikan yang tajam berarti mereka gelisah dengan situasi kondisi, lantas bagiamana orang yang mendapat kritikan tak perlu geram atau marah tapi bijaklah dalam melihat situasi kondisi kerakyatkan bangsa ini.
Para elit politik yang mendapat kritik tajam, tak perlu ngotot dan sampai mulut berbusa untuk menyanggah kritikan itu, tapi seharusnya para elit politik memperbaiki kinerja sebagai tokoh bangsa dan tokoh publik, rakyat cape menunggu dengan janji-janji yang dari tahun ke tahun tidak signifikan. Kebebasan berpendapat tentunya harus menjadi pengontrol pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Hemat penulis, Karena orang nggak ada kerjaan, kita hanya menyaksikan para elit kita waktunya kita dihabiskan dengan saling melapor apabila dalam menghadapi kasus dan pencitraan yang mereka tunjukan. Bukan tidak boleh. Tapi persoalan bangsa ini begitu serius. Kritik atau pun Pujian ia tidak bisa dipisahkan dari jiwa manusia. Maka maknai dan hayati peran kita dimana pun seperti apapun posisi kita. Terlebih Elit Pemerintah.
Ditambah lagi dengan Argumen Rocky Gerung ia berpendapat “melihat fenomena saling lapor ujaran kebencian berbau sara sebagai usaha melemahkan lawan politik masing-masing pihak. "Hal-hal yang sepele, yang sebetulnya bisa diselesaikan dengan argumentasi, sederhana tapi ditempatkan di dalam suasana politik. Susah memang apabila para elit sudah saling curiga satu sama lain untuk mengurusi bangsa ini. Yang ada hanya kepentingan sesaat bukan kepentingan jangka panjang (suara mereka untuk rakyat). Ini menandakan bahwa Akal Sehat, Nalar Yang Jernih, dan Etika Sosial yang sudah mulai memudar. Maka akhirnya rakyat akan Apatis dengan Argumentasi Para Elit.
Bandung, 07 Agustus 2018
Penulis Sunyi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM KEBENDAAN DAN HAK KEBENDAAN

KAIDAH-KAIDAH FIQIH

“Menanamkan Cinta Ilmu Kepada Anak”