EKONOMI ISLAM DAN SISTEM EKONOMI KONVENSIONAL (Studi Kritis atas Pemikiran al-Ghazali dan Adam Smith)
Salah
satu perbedaan yang mendasar antara sistem ekonomi Islam dan sistem ekonomi
konvensional adalah terletak pada aspek norma filosofisnya, yakni tujuan
ekonomi Islam berlandaskan pada norma dan etika syari'at (wahyu) yang berujung
kepada keadilan dan keseimbangan dalam ekonomi. Sedangkan tujuan ekonomi
konvensional berlandaskan pada akal dan pengalaman manusia yang berujung pada utilitarianisme,
hedonisme, kapitalisme, sosialisme dan materialisme.
Oleh
karena itu, sistem ekonomi Islam mengharuskan adanya pemikiran untuk
mensinergikan antara ilmu ekonomi dan fikih muamalah. Redefinisi terhadap ilmu
ekonomi menjadi penting tatkala materi bahasan dalam ilmu ekonomi tersebut akan
bertambah kaya dengan adanya materi ilmu fikih mu’amalat, ataupun akan
berkurang dengan adanya pembatasan materi tertentu yang dianggap tidak relevan
dengan prinsip syari’ah. Sebagai contoh adalah pembahasan tentang teori konsumsi
(consumption theory) yang dalam syari’ah dikenal dengan larangan mengkonsumsi
komoditas dan jasa yang non halal, atau teori produksi (production theory)
yang mengatur bahwa modal sebagai faktor produksi tidak memasukkan uang di
dalamnya, atau teori distribusi (distribution theory) yang mengatur
keharusan mengeluarkan zakat dan infak dari penghasilan.
Dari
ketiga pokok ekonomi tersebut, penting untuk mengkaji sejauhmana teori ekonomi
Islam memberikan sumbangan luar biasa bagi perkembangan teori ekonomi
konvensional. Selain itu, perlu ditelaah bagaimana redefinisi terhadap fikih
muamalah yang syarat dengan analisa hukum mampu menawarkan suatu sumbangan bagi
konsep-konsep ekonomi modern, seperti: time value of money, instrumen
pasar modal, model transaksi, pasar valuta asing dan sebagainya. Untuk mengetahui
konsep-konsep tersebut, tulisan
ini akan menjelaskan perbandingan teori ekonomi Islam Al-Ghazali dan teori
ekonomi konvensional Adam Smith.
1.
Mengenal
Sosok Al-Ghazali
Sosok
tokoh ini bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi
asy-Syafi'i (lahir 1058 di Thus, propinsi Khurasan, Persia (Iran), wafat 1111,
Thus) adalah seorang filosof dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel
di dunia Barat abad Pertengahan. Imam al-Ghazali dilahirkan pada tahun 450
Hijrah bersamaan dengan tahun 1058 Masehi di bandat Thus, Khurasan (Iran).
Beliau berkun`yah Abu Hamid karena salah seorang anaknya bernama Hamid. Gelar
beliau al-Ghazali ath-Thusi berkaitan dengan gelar ayahnya yang bekerja sebagai
pemintal bulu kambing dan tempat kelahirannya yaitu Ghazalah di Bandar Thus,
Khurasan. Sedangkan gelar asy-Syafi'i menunjukkan bahwa beliau bermazhab
Syafi'i.[1]
Beliau berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya
mempunyai cita-cita yang tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim dan
saleh. Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli fikir, ahli filsafat Islam
yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan
manusia. Beliau pernah memegang jawatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah
Nizhamiyah, pusat pengajian tinggi di Baghdad. Imam Al-Ghazali meninggal dunia
pada 4 Jumadil Akhir tahun 505 Hijriah bersamaan dengan tahun 1111 Masehi di
Thus. Jenazahnya dikebumikan di tempat kelahirannya.
Imam al-Ghazali mempunyai daya ingat yang kuat dan bijak berhujjah. Beliau
digelar Hujjatul Islam karena kemampuannya tersebut. Beliau sangat
dihormati di dua dunia Islam yaitu Saljuk dan Abbasiyah yang merupakan pusat
kebesaran Islam. Beliau berjaya mengusai pelbagai bidang ilmu pengetahuan. Imam
al-Ghazali sangat mencintai ilmu pengetahuan. Beliau juga sanggup meninggalkan
segala kemewahan hidup untuk bermusafir dan mengambara serta meninggalkan
kesenangan hidup demi mencari ilmu pengetahuan. Sebelum beliau memulakan
pengambaraan, beliau telah mempelajari karaya ahli sufi ternama seperti al-Junaid
Sabili dan Bayazid Busthami.[2]
Imam al-Ghazali telah mengembara selama sepuluh tahun. Beliau telah
mengunjungi tempat-tempat suci yang bertaburan di daerah Islam yang luas
seperti Mekkah, Madinah, Jerusalem, dan Mesir. Beliau terkenal sebagai ahli
filsafat Islam yang telah mengharumkan nama ulama di Eropa melalui hasil
karyanya yang sangat bermutu tinggi. Sejak kecil lagi berliau telah dididik
dengan akhlak yang mulia. Hal ini menyebabkan beliau benci kepada sifat riya,
megah, sombong, takabur, dan sifat-sifat tercela yang lain.
Beliau dikenal sangat kuat beribadat, wara, zuhud, dan tidak gemar kepada
kemewahan, kepalsuan. Kemegahan, dan kepuran-puraan dan mencari sesuatu untuk
mendapat keredhaan dari Allah SWT. Beliau mempunyai keahlian dalam pelbagai
bidang ilmu terutamanya fiqih, usul fiqih,
dan siyasah syariah. Oleh karena itu, beliau disebut
sebagai seorang faqih.
Pada tingkat dasar,
beliau mendapat pendidikan secara gratis dari beberapa orang guru karena
kemiskinan keluarganya. Pendidikan yang diperoleh pada peringkat ini
membolehkan beliau menguasai Bahasa Arab dan Parsi dengan fasih. Karena
minatnya yang mendalam terhadap ilmu, beliau mempelajari disiplin ilmu
ushuluddin, ilmu mantiq, usul fiqih, filsafat, dan
mempelajari segala pendapat keeempat mazhab hingga mahir dalam bidang yang
dibahas oleh mazhab-mazhab tersebut. Selepas itu, beliau melanjutkan
pelajarannya dengan Ahmad ar-Razkani dalam bidang ilmu fiqih,
Abu Nasr al-Ismail di Jarajan, dan Imam Harmaim di Naisabur.[3]
Dalam khazanah pemikiran Islam, imam al-Ghazali
memiliki ketinggian ilmu, beliau telah dilantik menjadi mahaguru di Madrasah
Nizhamiah (sebuah universitas yang didirikan oleh perdana menteri) di Baghdad
pada tahun 484 Hijrah. Kemudian beliau dilantik pula sebagai Naib Kanselor di
sana. Beliau telah mengembara ke beberapa tempat seperti Mekkah, Madinah, Mesir
dan Jerusalem untuk berjumpa dengan ulama-ulama di sana untuk mendalami ilmu
pengetahuannya yang ada. Dalam pengembaraannya, beliau menulis karya besar yang
kita kenal dengan kitab Ihya Ulumuddin yang memberi sumbangan besar
kepada masyarakat dan pemikiran manusia dalam semua masalah, terutama etika
dalam bidang ekonomi.
[1] Al-Ghazali. Ad-Durrah al-Fakhirah fi Kasyf Ulum al-Akhirah
(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Cetakan I, 1988).
[2] Campanini, in S.H. Nasr and O. Leaman, Al-Ghazali
Biografi in History of Islamic Philosophy dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Ghazali
[3] Al-Ghazali, Kasyf Ulum al-Akhirah: Berwisata ke Alam Ruh
(Bandung: CV. Marja', Cetakan I, 2004).
1. Beberapa
Teori Ekonomi Islam Al-Ghazali
Munculnya berbagai problem
epistemologis tentang teori-teori ekonomi Islam dilatarbelakangi oleh paradigma
metodologis yang telah disusun oleh para ulama mutaqaddimin bahwa analisis
hukum ekonomi Islam cenderung menggunakan dallil naqli dan aqli.
Sementara itu, mereka pun tidak pernah mengembangkan suatu metode analisis
sosial dan historis yang terartikulasi dengan sangat baik. Sehingga
kencederungan yang ada pola pikir ulama dalam bidang ulama umumnya lebih
bersifat tekstualis daripada kontekstualis.[1]
Sebagai contoh, Al-Ghazali telah
membuat suatu paradigma pemaduan wahyu dan ra’yu dengan mengembangkan teori mashlahat
dengan dasar logika induksi yang sesungguhnya memberi peluang bagi pengembangan
analisis sosial dalam bidang ekonomi. Dalam prakteknya, Al-Ghazali kemudian
Al-Syatibi sebagai dua tokoh mashlahat dalam hukum Islam akhirnya
jatuh juga dalam analisis yang tekstual seperti juga ulama-ulama lainnya.[2] Berikut ini akan dijelaskan konsep
Al-Ghazali tentang teori-teori ekonomi Islam:
a. Teori
Uang dan Penggunaanya
1) Uang
Sebaga alat Tukar
Abu Hamid
al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin telah membahas fungsi uang
dalam perekonomian. Beliau menjelaskan, bahwa ada kalanya seseorang mempunyai
sesuatu yang tidak dibutuhkannya dan membutuhkan sesuatu yang tidak
dimilikinya. Dalam ekonomi barter, transaksi hanya terjadi jika kedua pihak
mempunyai dua kebutuhan sekaligus, yakni pihak pertama membutuhkan barang pihak
kedua dan sebaliknya pihak kedua membutuhkan barang pihak pertama, misalnya
seseorang mempunyai onta dan membutuhkan kain. Itulah sebuah contoh kecil dari
bagaimana tata cara menggunakan uang sebagai alat tukar dalam jual beli.
Menurut
Al-Ghazali, walaupun dalam ekonomi barter dibutuhkan suatu alat pengukur nilai yang disebut sebagai “uang”.
Sebagaimana contoh di atas, misalnya nilai onta adalah 1000 dinar dan kain
senilai 1 dinar. Dengan adanya uang
sebagai alat pengukur nilai, maka uang akan berfungsi sebagai media penukaran.
Dari situ, kita bisa melihat dewasa ini uang menjadi salah satu alat tukar
dalam setiap transaksi bisnis. Bahkan dalam sistem ekonomi konvensional uang
bukan saja dijadikan alat tukar, melainkan juga menjadi produk dalam bentuk
jual beli valuta asing (valas) di pasar modal.[3]
Namun demikian,
uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri, artinya uang diciptakan untuk
memperlancar pertukaran dan menetapkan nilai yang wajar dari pertukaran
tersebut. Menurut al-Ghazali, uang diibaratkan cermin yang tidak
mempunyai warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna. Maksudnya adalah uang
tidak mempunyai harga, tetapi merefleksikan harga semua barang. Dalam istilah
ekonomi klasik disebutkan bahwa uang tidak memberikan kegunaan langsung (direct utility function), yang
artinya adalah jika uang digunakan untuk membeli barang, maka barang itu yang
akan memberikan kegunaan.
2) Fungsi Uang dan Penggunaannya
Menurut konsep Ekonomi Islam, uang adalah uang, bukan
capital, sementara dalam konsep ekonomi konvensional, konsep uang tidak begitu
jelas. Misalnya dalam buku “Money, Interest and Capital” karya Colin Rogers,
uang diartikan sebagai uang dan capital secara bergantian. Sedangkan dalam
konsep ekonomi Syariah uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept dan
merupakan public goods. Capital bersifat stock concept dan
merupakan private goods. Uang yang
mengalir adalah public goods, sedangkan yang mengendap merupakan milik seseorang dan
menjadi milik pribadi (private good).
Islam, telah lebih dahulu mengenal konsep public goods, sedangkan
dalam ekonomi konvensional konsep tersebut baru dikenal pada tahun 1980-an
seiring dengan berkembangnya ilmu ekonomi lingkungan yang banyal membicarakan
masalah externalities, public goods dan sebagainya. Konsep publics goods tercermin
dalam sabda Rasulullah SAW, yakni “Tidaklah kalian berserikat dalam tiga
hal, kecuali air, api, dan rumput”.[4]
Persamaan fungsi uang dalam sistem Ekonomi Islam dan
Konvensional adalah uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dan satuan
nilai (unit of account). Perbedaannya adalah ekonomi konvensional
menambah satu fungsi lagi sebagai
penyimpan nilai (store of value) yang kemudian berkembang menjadi motif money demand for
speculation, yang merubah fungsi uang sebagai salah satu komoditi
perdagangan. Jauh sebelumnya, Imam al-Ghazali telah memperi-ngatkan bahwa
“Memperdagangkan uang ibarat memenjarakan fungsi uang, jika banyak uang yang
diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai
uang.” Dengan demikian, dalam konsep Islam, uang tidak termasuk dalam fungsi
utilitas karena manfaat yang kita dapatkan bukan dari uang itu secara langsung,
melainkan dari fungsinya sebagai perantara untuk mengubah suatu barang menjadi
barang yang lain. Dampak berubahnya fungsi uang dari sebagai alat tukar dan
satuan nilai mejadi komoditi dapat kita rasakan sekarang, yang dikenal dengan
teori “Bubble Gum Economic”.
b.
Teori Produksi
1) Dasar-dasar Produksi
Ilmu ekonomi memberikan pengertian produksi sebagai “menciptakan guna”. (khalqul manfa’ah). Pada hakikatnya, yang
termasuk menciptakan guna adalah bermacam-macam, karena “guna” dapat mempunyai
arti luas. Petani yang menanam padi menyediakan bahan makanan yang bersifat
elementer. Pengusaha angkutan yang mengangkut padi dari sawah ke penggilingan juga
menciptakan kegunaan karena tempatnya. Pengusaha penggilingan yang menggiling
padi menciptkan kegunaan siap pakai, dan seterusnya.
Faktor-faktor produksi yang pada pokoknya berupa alam dan kerja sebagai
faktor asli disebutkan dalam banyak ayat Al-Qur’an. Faktor-faktor lain yang
bukan asli seperti modal dan kegiatan pengusaha banyak disebutkan dalam
hadits-hadits Nabi saw. Al-Qur’an, dalam banyak ayatnya, menyebutkan berbagai
macam sumber alam. misalnya firman Allah
yang menunjuk adanya berbagai binatang ternak yang dapat melayani berbagai
macam kebutuhan hidup manusia. disebutkan bahwa kuda, bighal dan keledai dapat
dipergunakan sebagai alat pengangkut, dan air sebagai bahan minuman dan untuk
mengembalakan binatang ternak.[5]
Kemudian
disebutkan pula adanya berbagai macam tanaman berbuah, zaitun, kurma, anggur
dan lain-lain; serta siang malam, matahari bulan dan bintang-bintang diatur
oleh Allah agar dapat melayani kepentingan hidup manusia. disebutkan bahwa
kekayaan lautan yang berupa ikan dan mutiara juga disediakan untuk manusia;
laut disebutkann sebagai sarana lalulintas guna mencari rizki Allah; gunung dan
sungai diciptakan untuk kepentingan hidup manusia juga (QS 16: 5-16). Dalam
ayat Al-Qur’an juga disebutkan nikmat Allah yang berupa bumi (tanah), matahari,
air, awan, hujan, mata air, sungai, angin, binatang-binatang melata, binatang
ternak, dan sebagainya, yang semuanya menunjuk kepada adanya faktor produksi
sumber alam, dan tak lupa pula besi disebutka (QS 57:25).
2)
Sektor-sektor Produksi
Sektor-sektor
produksi juga banyak disebutkan, seperti: sektor pertanian, perternakan, perikanan,
perindustrian (kerajinan) dan kepemilikan. Pertama, Pertanian.
Misalnya, dalam Al-Qur’an Surat ‘Abasa ayat 24-32, yang mengatakan agar manusia
memperhatikan makanannya; Allah telah mencurahkan air dari laut; dan bumi pun
terbelah (merekah) karenanya; tumbuhlan biji-bijian, anggur dan sayur-sayuran;
zaitun dan pohon kurma; kebun-kebun yang lebat; buah-buahan serta rerumputan
untuk kesenangan manusia dan binatang ternaknya.dalam surat Ya Sin ayat 33-35,
Al-Qur’an mengajarkan bahwa adalah menjadi tanda kekuasaan Allah bahwa Dia
telah menghidupkan tanah mati yang kemudian tumbuh biji-bijian sebagai bahan
makanan; kebun-kebun kurma dan anggur tumbuh pula, mata air pun memancar, guna
melayani kebutuhan makanan manusia dan dapat pula difungsikan sebagai bahan
untuk melipatgandakan bahan makanan.
Kedua, Peternakan. Al-Qur’an dalam
surat Al-Nahl ayat 10 juga mengajarkan bahwa Allah-lah yang menurunkan hujan
untuk minuman manusia dan binatang, dan menjadi
siraman tanaman-tanaman yang digunakan untuk dapat digunakan sebagai
makanan ternak yang digembalakan. Ketiga, Perikanan.
Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 14, yang menyebutkan kekayaan laut berupa ikan
sebagai bahan makanan, mengisyaratkan adanya sektor produksi periklanan. Keempat,
Industri. Sektor industri diisyaratkan di berbagai ayat
Al-Qur’an, misalnya tentang industri tekstil diisyaratkan dalam surat Al-A’raf
ayat 26, yang mengajarkan bahwa Allah menjadikan pakaian sebagai penutup aurat
dan perhiasan.
Keenam, Kepemilikan. Islam mengakui
hak milik perorangan. Hal ini dapat diketahui adanya ketentuan hukum kewarisan
yang menetapkan sistem individual, masing-masing ahli waris ditentukan
bagiannya dalam Al-Qur’an dan Sunnah, dan masing-masing berhak menerima
bagiannya. Perlindungan keselamatan hak milik perseorangan pun diberikan dengan
jalan ditentukan sanksi pidana terhadap orang yang merampasnya, baik dengan
jalan pencurian (QS 2:180) atau pun dengan jalan perampokan (QS 5:33).
Berwasiat memberikan sebagai hak miliknya kepada kerabatnya diperintahkan pula dalam
QS 2:180 yang berarti adanya pengakuan hak milik perorangan.[6]
Atas dasar itu,
pengakuan Islam terhadap hak milik perorangan pada dasarnya mengakui pula atas hak
pemilikian perorangan atas alat-alat produksi. Namun demikian, oleh karena
Islam pun mengajarkan agar keadilan selalu ditegakkan dalam kehidupan
masyarakat (QS 16:90), guna menjaga agar jangan sampai terjadi penumpukan harta
kekayaan (monopoli, konglomerasi) ditangan golongan kecil (QS 59:7),
dimungkinkan adanya pembatasan terhadap hak milik perorangan atas alat-alat
produksi, baik mengenai macam atau jumlahnya, atas dasar maslahah mursalah atau istihsan.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang
menegaskan bahwa bumi dan langit beserta isinya adalah milik Allah (QS 2:284)
menunjuk kepada hakikat kepemilikan secara mutlak adalah pada Allah; sedangkan
kepemilikan manusia bersifat sementara dan nisbi. Demikian ayat-ayat Al-Qur’an
yang menisbatkan kepemilikan kepada umat manusia (QS 2:188) tidak menunjuk
kepada keharusan kepemilikan kolektif atas alat-alat produksi, bahkan tidak
menunjuk kepemilikan kolektif, melainkan kepemilikan perorangan juga.
c.
Teori
Konsumsi, Tabungan dan Investasi
Islam mengajarkan
bahwa dalam memenuhi kebutuhan hendaknya secara adil, artinya tidak kurang dan
tidak berlebihan dari yang semestinya (QS 25:67). Jangan kikir dan jangan pula
boros (QS 17:29), pemborosan adalah perbuata tercela, dan oleh Allah
dikategorikan sebagai saudara setan (QS 17: 26–7). Membelanjakan harta untuk
memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga yang menjadi tanggungan, dianjurkan
dengan ukuran kewajaran. Kepentingan masyarakat tidak boleh dilupakan.
Menabung sebagai
cadangan untuk kebutuhan-kebutuhan mendadak juga diajarkan, tetapi bukan
tabungan yang membekukan fungsi harta, melainkan tabungan yang memungkinkan
pengembangan kekayaan masya-rakat yang akan berarti berpartisipasi mewujudkan
kesejahteraan hidup masyarakat. Al-Qur’an surat Al-Taubah ayat 34
memperingatkan agar orang jangan menimbun-nimbun harta tanpa dibelanjakan di
jalan Allah (fi sabilillah) dapat
dipahami secara luas bahwa tabungan kekayaan jangan statis, tetapi harus
dikembangkan untuk kesejahteraan manusia.
Selain itu, Islam
pun menolak riba dan bunga (QS 2: 275). Sebagian besar teori tentang menajemen
keuangan dibangun berdasarkan konsep nilai dan waktu dari uang yang
mengasumsikan bahwa nilai uang sekarang relatif lebih besar ketimbang di masa
yang akan datang. Sedangkan di sisi lain, tidak didapati penjelasannya dalam fikih
muamalah meskipun perdebatan tentangn jual beli tangguh (ba’i mu’ajjal)
termasuk diskusi yang tidak sedikit di antara para ulama.
d. Teori
Distribusi
Sebagai telah
disinggung di muka bahwa dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya manusia
tidak dapat menyelenggarakan sendir tanpa melibatkan orang lain, sesuai
hakikatnya sebagai mahluk social (zoon politicon). Dengan demikian, pendapatan masyarakat
terjadi dari adanya kerjasama antar individu. Setiap orang yang telah
memberikan jasanya dalam mewujudkan pendapatan masyarakat itu dan memperoleh
hak-haknya secara layak. Dari sinilah muncul distribusi pendapatan masyarakat
berupa kewajiban zakat, infak dan shodaqah (QS Al-Taubah ayat 34).
Dalam sektor ini, terdapat beberapa
faktor yang secara bersama-sama meng-hasilkan barang-barang atau jasa-jasa lainnya
yang dibutuhkan oleh para konsumen. Para pekerja mempunyai saham dalam
terwujudnya hasil produksi, para pemilik modal dan juga orang-orang yang telah menyewakan
tanahnya ikut memiliki saham, termasuk juga para pengusaha. Kesemuanya juga memiliki
hak mendapatkan keuntungan atas hasil investasinya.
Mereka yang telah ikut memberikan
saham dalam terwujudnya hasil produksi itu berhak atas imbalan jasa
masing-masing. Para pekerja berhak atas upah; para pemilik modal berhak
menerima bagian keuntungan yang sampai saat ini masih berupa rente atau bunga
sebesar persentase tertentu dari modal dalam jangka waktu tertentu; dan
orang-orang yang telah menyewakan tanahnya berhak menerima harga sewa dan para
pengusaha memperoleh laba.
Teori
Ekonomi menurut Adam Smith
1.
Mengenal Sosok John Adam
Smith
John Adam Smith (5 Juni 1723
– 17 Juli 1790)
adalah seorang filosof yang berkebangsaan Skotlandia dan menjadi pelopor ilmu ekonomi
modern. Karyanya yang terkenal adalah buku An Inquiry into the
Nature and Causes of the Wealth of Nations (disingkat The
Wealth of Nations) adalah buku pertama yang menggam-barkan sejarah
perkembangan industri dan perdagangan di Eropa
serta dasar-dasar perkembangan perdagangan bebas dan kapitalisme. Adam Smith adalah salah satu
pelopor sistem ekonomi Kapitalisme. Sistem
ekonomi ini muncul pada abad 18 di Eropa Barat dan pada abad 19 mulai terkenal
disana.
Adam Smith dikenal luas dengan teori ekonomi "laissez-faire" yang mengu-mumkan
perkumpulan pada abad 18 Eropa. Adam Smith percaya akan hak untuk mempengaruhi
kemajuan ekonomi diri sendiri dengan bebas, tanpa dikendalikan oleh perkumpulan
dan/atau negara. Teori ini sampai pada proto-industrialisasi di Eropa, dan
mengubah mayoritas kawasan Eropa menjadi daerah perdagangan bebas, membuat
kemungkinan akan adanya pengusaha. Dia juga dikenal sebagai "Bapak
Ekonomi".[7]
Di umur 13, Smith memasuki Universitas Glasgow,
di mana dia belajar filosofi moral dibawah "si orang yang tidak boleh
dilupakan" (sebagaimana Smith memanggilnya) Francis Hutcheson.
Disini Smith mengembangkan keinginan kuatnya akan kebebasan, akal sehat, dan kebebasan berpendapat.
Tahun 1740 dia dianugrahi Snell exhibition dan
memasuki Kampus Balliol, Oxford, tetapi seperti
William Robert Scott katakan, "Universitas Oxford dalam masanya memberikan
sedikit jika bantuan manapun yang diberikan apa yang harusnya merupakan kerja
seumur hidupnya," dan dia meninggalkan universitas itu tahun 1746. Dalam
Buku ke V dari The Wealth of Nations,
Smith berkomentar pada instruksi kualitas rendah dan aktivitas intelektual yang
berjumlah sedikit dibandingkan dengan di Skotlandia. komentarnya ditujukan pada
orang-orang yang dianugerahi kekayaan dari kampus-kampus Oxford dan Cambridge, dimana membuat pemasukan dari para
profesor tidak berdasarkan pada kemampuan mereka untuk menarik murid, dan pada
fakta bahwa orang-orang yang menyaru sebagai men of letters bisa
menikmati kehidupan lebih nyaman dari mentri di Church of England.[8]
Tahun 1748 Smith memulai menguliahi
umum di University of Edinburgh dibawah
bimbingan Lord Kames. Sebagian
dari perkuliahannya menyinggung retorika dan belles-letters, tetapi
nantinya dia akan mengambil subyek dari "kemajuan dari
kesejahteraan," dan nantinya, di pertengahan atau akhir abad duapuluh,
dimana dia pertamakalinya mengemukakan filosofi ekonomi dari "sistem yang
jelas dan sederhana dari kebebasan alamiah" dimana dia menyatakan hal
tersebut ke khalayak dalam buku karangannya The Wealth of Nations.
Pada sekitar tahun 1750 dia bertemu filusuf David Hume, yang merupakan seniornya terpaut
sepuluh tahun. Hubungan dan kesamaan opini yang dapat ditemukan dalam detil
dari tulisan mereka mencakup sejarah, politik, filosofi, ekonomi, dan agama
menandakan bahwa mmereka berdua memiliki persekutuan intelektual yang dekat dan
persahabatan dibanding orang lain yang mana akan memerankan peran penting selama
Pencerahan di Skotlandia. Dia merutinkan The Poker Club dari
Edinburgh.[9]
Tahun 1751 Smith ditunjuk sebagai
ketua dewan logika di Universitas Glasgow, dipindahkan tahun 1752 ke Dewan
filosofi moral Glasgow, pernah ditinggali oleh gurunya yang terkenal, Francis
Hutcheson. Kuliahnya
mencakup etika, retorika, jurispundens, politik ekonomi,
dan "polisi dan keuntungan". Tahun 1759 dia menerbitkan Teori dari Sentimen Moral, memasukan
sebagian kuliahnya di Glasgow. Karya ini, yang
membangun reputasi Smith masa itu, menjelaskan bagaimana komuikasi manusia
bergantung pada simpati antara agen dan penonton (itu, sang individual dan
anggota masyarakat yang lain). Analisanya pada evolusi bahasa terkadang
superfisial, seperti yang ditunjukkan 14 tahun kemudian oleh penelitian yang
lebih dalam pada bahasa primitif oleh Lord Monboddo. dalam
karyanya berjudul Asal Muasal dan Perkembangan Bahasa kapasitas Smith
akan pengaruh, persuasif, atau argumen retorikal, lebih banyak dalam buktinya.
Dia mendasarkan penjelasannya tidak, seperti Lord Shaftesbury ketiga dan
Hutcheson lakukan pada "kepentingan moral", juga tidak seperti Hume
pada utilitarianisme,
tetapi berdasarkan atas simpati.
Smith sekarang memulai memberi
perhatian lebih pada jurisprudensi dan ekonomi di dalam kuliahnya dan sedikit
pada teorinya tentang moral. Kesan yang didapatkan sama ke pengembangan
ide-idenya pada ekonomi politik dari catatan kuliahnya oleh seorang mahasiswa
sekitar tahun 1763 yang nantinya diedit oleh Edwin Cannan, dan membentuk
apa yang Scott, penemu dan penerbitnya, mendeskripsikannya sebagai "Bagian
dari Draft Wealth of Nations", yang bertanggal sekitar 1763. Karya Cannan
muncul sebagai Kuliah dalam Keadilan, Polisi, Pajak dan Senjata. Sebuah
versi lebih lengkap diterbitkan sebagai Kuliah dalam
Jurispundensi di edisi Glasgow tahun 1976.
Telah terjadi beberapa debat terhadap
pandangan relijius dari Adam Smith. Ayahnya memiliki ketertarikan besar pada
Kekristenan dan merupakan sayap moderat dari gereja Skotlandia
(gereja nasional di
Skotlandia sejak 1690). Smith mungkin pergi ke Inggris untuk meniti karir didalam Gereja
Inggris: pernyataan ini kontroversial dan bergantung pada status eksibisi
Snell. Di Oxford, Smith menolak Kristen dan dipercaya kalau dia pulang ke
Skotlandia sebagai Deis.[10]
Ekonom Ronald Coase,
bagaimanapun, telah menantang pandangan kalau Smith merupakan seorang Deist,
menyatakan bahwa, ketika SMith mungkin dihubungkan sebagai "Arsitek Besar Alam
Semesta", sarjana lain telah "jauh melebih-lebihkan
perluasan sampai dimana Adam Smith telah memasuki sebuah keyakinan dalam sebuah
Tuhan Pribadi". Dia mendasari analisa ini dari sebuah remark dalam The
Wealth of Nations dimana Smith menulis kalau keingintahuan umat manusia
tentang "fenomena luarbiasa dari alam" seperti "generasi, kehi-dupan,
pertumbuhan dan kematian dari tanaman dan binatang" telah membuat manusia
untuk "memasukkannya dalam akal sehat mereka". Coase mencatat observasi Smith dimana:
"Takhayul pertama-tama ditujukkan untuk memenuhi keingintahuan, dengan
menghubungkan semua penampakan menakjubkan pada agensi tentang Tuhan".
Bagaimanapun, kepercayaan ini tidak bertentangan dnegan Deisme, sebuah sistem
kepercayaan yang memegang ide sekptis tentang Tuhan pribadi.
2. Pandangan Ekonomi Adam Smith
Ada beberapa teori ekonomi yang telah dikembangkan oleh John
Adam Smith sebagai "Bapak Ekonomi" bangsa Eropa dan Amerika, di
antaranya:
a. Teori Individualisme dan Kebebasan
Adam
Smith pertama kali menulis buku yang berjudul The Theory of Moral Sentiments
pada tahun 1759. dalam bukunya ini Smith meyakinkan pembacanya bahwa setiap
manusia sangat menyukai hidup sebagai warga masarakat, dan tidak menyukai hidup
ang individualistik dan mementingkan diri sendiri.[11]
Adam
Smith memiliki pemikiran bahwa setiap orang secara natural akan saling
menghargai (rasional) sehingga dia menganggap manusia adalah makhluk bebas yang
dengan sendirinya tahu nilai-nilai kemasyarakatan. Pemikiran semacam ini sangat
berbahaya karena pada kenyataannya manusia tidak seperti anggapan Adam Smith
(rasional, ada beberapa manusia yang irasional).
Tanpa
adanya peraturan manusia akan saling makan dan menindas yang berlaku adalah
hukum rimba. Smith yang menghargai sifat natural manusia dan kecewa pada dampak
merkantilisme membenci campur tangan pemerintah tetapi tanpa ada campur tangan
pemerintah, kehidupan dalam bernegara tidak akan dapat berjalan dengan
sendirinya.
b. Teori Ekonomi Pasar Bebas (Laissez-Faire)
Laissez-faire adalah sebuah frase dari bahasa Perancis yang berarti "biarkan
terjadi" (secara harafiah "biarkan berbuat"). Istilah ini
berasal dari diksi Perancis yang digunakan pertama kali oleh para psiokrat di abad ke 18 sebagai bentuk perlawanan
terhadap intervensi pemerintah dalam perdagangan. Laissez-faire menjadi sinonim
untuk ekonomi pasar bebas yang ketat selama awal dan
pertengahan abad ke-19. Secara umum, istilah ini dimengerti sebagai sebuah
doktrin ekonomi yang tidak menginginkan adanya campur tangan pemerintah dalam
perekonomian.
Pendukung doktrin di atas berpendapat
bahwa suatu perekonomian
perusahaan swasta (private-enterprise economy) akan mencapai
tingkat efesiensi yang lebih tinggi dalam pengalokasian dan penggunaan
sumber-sumber ekonomi yang langka dan akan mencapai pertumpuhan ekonomi yang
lebih besar bila dibandingkan dengan perekonomian
yang terencana secara terpusat (centrally planned economy).
Pendapat ini didasarkan pada pemikiran bahwa kepemilikan pribadi atas sumber
daya dan kebebasan penuh untuk menggunakan sumber daya tersebut akan menciptakan
dorongan kuat untuk mengambil risiko dan bekerja keras. Sebaliknya, birokrasi
pemerintah cenderung bisa mematikan inisiatif dan menekan perusahaan.[12]
Dalam pandangan laissez-faire, kewajiban negara bukanlah
melakukan intervensi untuk menstabilkan distribusi kekayaan atau untuk
menjadikan sebuah negara makmur untuk melindungi rakyatnya dari kemiskinan, melainkan bersandar pada sumbangan
dan sistem pasar. Laissez faire juga menyatakan bahwa pemerintah tidak boleh memberi hak khusus dalam
bisnis. Misalnya, penganut dari laissez-faire mendukung ide yang menyatakan
bahwa pemerintah tidak boleh membuat monopoli legal atau
menggunakan kekuasaan dan paksaan untuk merusak monopoli de facto.
Pendukung dari laissez-faire juga mendukung ide perdagangan bebas dalam artian negara tidak
boleh melakukan proteksi, seperti tarif dan subsidi, di wilayah
ekonominya.
Laissez-faire berarti bahwa mazhab pemikiran ekonomi neo klasik memegang
pandangan pasar yang murni atau liberal secara ekonomi: bahwa pasar bebas sebaiknya dibiarkan pada seperti apa
adanya, dan akan didispensasikan dengan inefisiensi dalam cara yang lebih bebas
dan cepat seperti pemberian harga, produksi, konsumsi, dan distribusi dari
barang dan jasa dibuat untuk ekonomi yang lebih baik atau efisien.[13]
Ekonom Adam Smith dalam
bukunya 'Wealth of Nations'
berpendapat bahwa sebuah "tangan tak
terlihat" dari pasar akan memandu masyarakat untuk
bertindak dengan mengikuti kepentingan pribadi mereka sendiri, karena
satu-satunya cara menghasilkan uang adalah dengan melalui pertu-karan secara
sukarela, dan satu-satunya cara untuk mendapatkan uang dari masyarakat adalah
untuk memberikan apa yang mereka inginkan. Smith menunjukkan kalau seseorang
tidak mendapatkan makan malam dengan mengandalkan belas kasih dari tukang
daging, petani atau tukang roti. Tapi mereka mengandalkan segi kepentingan
pribadi mereka dan membayar mereka atas kerja keras mereka.
Pada masa awal dari teori ekonomi Eropa dan Amerika, kebijakan
laissez-faire terbentuk konflik dengan merkantilisme, yang telah menjadi sistem
dominan di Britania raya, Spanyol, Perancis dan negara Eropa lainnya pada masa
kejayaannya. Pada
gilirannya, istilah laissez-faire sering digunakan bergantian dengan
istilah "pasar bebas".
Beberapa menggunakan laissez-faire untuk merujuk pada perilaku
"biarkan terjadi, biarkan lewat" dalam hal-hal di luar ilmu ekonomi.
Laissez-faire dihubungkan
dengan Liberalisme klasik,
libertarianisme dan Obyektivisme.
Asalnya dikenalkan dalam bahasa Inggris tahun 1774, oleh George Whatley,
dalam buku Principles of Trade, yang di dampingi oleh Benjamin Franklin. Ekonom klasik, seperti Thomas Malthus, Adam Smith dan David Ricardo tidak
menggunakan istilah ini. Jeremy Bentham
menggunakan ini, tetapi hanya dalam Liga Hukum Anti-Jagung
dan nyaris sama dengan pengertian Inggrisnya.
c. Konsep Kepemilikan Harta (Kapitalisme dan Liberalisme Ekonomi)
1) Kapitalisme
Kapitalisme tidak memiliki suatu definisi
universal yang bisa diterima secara luas, namun secara umum merujuk pada satu
atau beberapa hal berikut:[14]
1) Sebuah
sistem yang mulai terinstitusi di Eropa pada masa abad ke-16 hingga abad ke-19
- yaitu di masa perkembangan perbankan komersial Eropa, di mana
sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan
tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi,
terutama barang modal seperti tanah
dan tenaga manusia,
pada sebuah pasar bebas di mana harga
ditentukan oleh permintaan dan penawaran, demi menghasilkan keuntungan di mana statusnya dilindungi oleh negara melalui hak pemilikan serta
tunduk kepada hukum negara atau kepada pihak yang sudah terikat kontrak yang telah disusun secara jelas
kewajibannya baik eksplisit maupun implisit serta tidak semata-mata tergantung
pada kewajiban dan perlindungan yang diberikan oleh kepenguasaan feodal.
2) Teori
yang saling bersaing yang berkembang pada abad ke-19 dalam konteks Revolusi Industri, dan abad ke-20 dalam konteks Perang Dingin, yang berkeinginan untuk
membenarkan kepemilikan modal, untuk menjelaskan
pengoperasian pasar semacam itu, dan untuk membimbing penggunaan atau
penghapusan peraturan pemerintah mengenai hak milik dan pasaran.
3) Suatu keyakinan mengenai
keuntungan dari menjalankan hal-hal semacam itu.
Kapitalisme adalah suatu sistem
ekonomi yang mengatur proses produksi dan pendistribusian barang dan jasa. ciri-ciri
Kapitalisme:[15]
1) Sebagian
besar sarana produksi dan distribusi dimiliki oleh individu.
2) Barang
dan jasa diperdagangkan di pasar bebas (free market) yang bersifat
kompetitif.
3) Modal
kapitali (baik uang maupun kekayaan lain) diinvestasikan ke dalam berbagai
usaha untuk menghasilkan laba (profit).
Pada karya Keynes tahun 1936, The
General Theory of Employment Interest and Money, Keynes mengenalkan konsep
dan istilah yang ditujukan untuk membantu menjelaskan Depresi Hebat. Satu pendapat untuk kebijakan
ekonomi laissez-faire selama resesi ialah jika konsumsi jatuh, maka rasio bunga
akan jatuh juga. Tingkat bunga yang lebih rendah akan mengakibatkan peningkatan
investasi dan permintaan akan tetap konstan. Bagaimanapun, Keynes percaya kalau
adaalasan kenapa investasi tidak selamanya secara otomatis naik sebagai reaksi
atas jatuhnya konsumsi. Bisnis membuat investasi berdasar pada
ekspektasi atas adanya keuntungan.
Menurut Keynes, jika jatuhnya konsumsi
muncul pada waktu lama, bisnis akan menganalisa tren akan menurunkan harapan
dari penjualan masa depan. Maka, menurut Keynes, hal terakhir yang mereka pikir
menarik ialah berinvestasi dalam meningkatkan produksi di masa depan bahkan
apabila bunga yang lebih rendah membuat modal tidak menjadi mahal. Dalam kasus
ini, menurut Keynes dan kebalikan dari Hukum Saya, ekonomi bisa
ditaruh dalam kejatuhan umum.[16]
Ekonom Keynesian dan sejarawan
berpendapat kalau dinamika memperkuat diri ini adalah apa yang terjadi dalam
tingkat yang ekstrim pada Depresi Hebat, dimana kebangkrutan merupakan
hal umum dan investasi, yang membutuhkan tingkat optimisme, sangat harang
terjadi. Solusi dari masalah ini, menurut Keynes, untuk melepaskan
ketidakstabilan pasar melalui intervensi pemerintah. Dalam
pandangan ini, karena aktor swasta tidak bisa diandalkan untuk membuat permin-taan
agregat selama resesi, pemerintah memiliki kewajiban untuk membuat permintaan.
2) Liberalisme
Liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat,
dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama.
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan
oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari
pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya, pertukaran gagasan yang
bebas, ekonomi pasar yang
mendukung usaha pribadi
(private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan
yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu.
Oleh karena itu paham liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya kapitalisme.[17]
Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh
dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya
sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas. Bandingkan Oxford Manifesto dari Liberal International:
"Hak-hak dan kondisi ini hanya dapat diperoleh melalui demokrasi yang
sejati. Demokrasi sejati tidak terpisahkan dari kebebasan politik dan
didasarkan pada persetujuan yang dilakukan dengan sadar, bebas, dan yang
diketahui benar (enlightened) dari kelompok mayoritas, yang diungkapkan melalui surat suara
yang bebas dan rahasia, dengan cara menghargai kebebasan dan
pandangan-pandangan kaum minoritas".
d. Labour Theory of Value
Kemajuan besar ajaran ekonomi adalah saat Smith melakukan
emansipasi terhadap kedua belenggu kaum merkantilis dan physiokrat. Labih dari
duaratus tahun para ahli ekonomi mencari sumber kemakmuran. Kaum merkantilis
menemukan sumber kemakmuran pada perdagangan internasional, sedangkan kaum
physiokrat menemukannya pada lebih jauh lagi dan beranggapan bahwa kemakmuran
yang asli didapat dari pengaruh perdagangan terhadap produksi, pada saat itu
hanya ada satu macam produks yaitu pertanian.
Smith membangun pondasi Petty dan Cantillon yaitu pengaruh
final revolution. Dengan pekerjanya menjadi sumber dana yang secara
orisinil menyetor tiap-tiap negara ‘dengan semua keperluan dan kebutuhan hidup
yang dikonsumsi setiap tahunnya. Smith tetap berbicara mengenai kemakmuran
dalam pengertian kegunaan objek material, seperti apa yang telah dilakukan oleh
pendahulu-pendahulu Inggris-nya, tetapi dengan membuat hasil dari pekerja
secara umum, dia menunjuk untuk melakukan penyelidikan kemakmuran sosial
daripada tekhnik.
Kata Smith, kemakmuran sebuah negara akan bergantung pada
dua kondisi, pertama, tingkat produktivitas pekerja dan yang kedua adalah
jumlah kegunaan pekerja, dengan kata lain produktivitas pekerja terhadap
kemakmuran, dimana pekerja dipekerjakan. Faktor pertama mendorong Smith untuk
berdiskusi tentang division of labor, perdagangan, uang dan distribusi.
Faktor kedua meliputi analisis modal. Nilai perdagangan barang ditentukan oleh jumlah pekerja
yang menjalankan barang di pasar. Tahap demi tahap dalam teori nilai pekerja
ini memunculkan adanya ‘real cost’ teori nilai, teori nilai ini
mengandung pengertian penderitaan pekerja.
‘Real value’ atau ‘natural
value’ dari komoditi yang dipertukarkan diukur dalam kandungan apa yang
diperintahkan kepada pekerja. Pekerja bukan suatu jumlah homogenitas,
sjak pembedaan tipe pekerja berdasar tingkat hardship an ingenuity. Value menurut Smith dapat dibagi dua yaitu value in use
dan value in exchange. Value in use adalah nilai kegunaan barang
tersebut sedangkan value in exchange adalah nilai tukar dari barang itu.
Pekerja menurut Smith adalah sumber dari value seluruh komoditi
pernyataan ini merupakan kutipan dari salah satu poin pemikiran Ibnu Khaldun
tentang pekerja. Teori tentang pekerja Smith merupakan penambahan
teori Petty dan Cantillon dengan supply dan demand versi John
Locke.[18]
Campur tangan uang mengubah perkiraan nilai barang tetap
jauh dari basis pekerja. Teori nilai pekerjanya Smith berubah menjadi teori
biaya produksi. Tanah dan modal muncul menjadi faktor produksi yang dikelola
pekerja di satu waktu, di waktu yang lain pengembalian tanah dan modal
digambarkan sebagai deduksi dari produk pekerja.
Smith
memulai analisisnya dengan division of labor karena dia berharap
menemukan dasar transformasi yang tepat dari bentuk konkret pekerja, yang
memproduksi barang yang tepat (berguna), kepada pekerja sebagai elemen sosial,
yang menjadi sumber kemakmuran dalam bentuk abstrak (nilai pertukaran).
Divisions of labor dijadikan dasar oleh Smith karena
meningkatkan produk-tivitas pekerja. Setelah memberikan pengetahuannya mengenai
perhitungan qualitas dan konsekuensi, Smith memproses penyelidikan terhadap
penyebabnya.
Karena division of labor bergantung pada
propensity to exchange, yang Smith hormati sebagai salah satu motiv dasar dari human
conduct. Ada sesuatu kebingungan dalam satu point Smith mengenai hal
ini yaitu tentang sebab dan akibat. Mungkin suatu yang benar jika perdagangan
tidak dapat exist tanpa divisions of labor, ini tidak benar,
paling tidak dalam teori, divisions of labor memerlukan existensi
dari private exchange.
Smith menjelaskan bahwa dengan divisions of labor
kuantitas dan kualitas produksi dapat dicapai dengan lebih baik. Peningkatan kantitas dan kualitas produksi dapat
dihasilkan karena tiga alasan, yaitu:[19]
1) Physiokrat
mengenai peningkatan kepuasan, sedang Smith lebih condong pada tingkat
persaingan dan natural liberty dalam pencapaian kepuasan.
2) Smith
juga memperkenalkan Theor of Value yang berisi tentang nilai yang
digunakan dalam pertukaran. Permasalahan
yang timbul dari nilai tukar barang adalah adalah value of use, value of
exchange, measure of value.
3) Smith juga menjelaskan
mengenai bimetal coin sebagai alat pertukaran, dan juga ada nominal
price dan real price dengan prnsip pekerja berkaitan dengan harga riil
komoditas dan uang sebagai harga nominal komoditas.
e. Teori Upah
Bahwa
harga natural dihubungkan pada level output merupakan suatu pemikiran yang
tidak dipertimbangkan oleh smith. Asumsi implicit bahwa yang mendasari
pendapatnya adalah semua koefisien biaya konstan dan tetap dari produksi.
Dalam
teorinya tidak ada tempat untuk diminishing returns atau factor substitution.
Sesungguhnya harga natural secara fungsional dihubungkan hanya untuk factor
pengembalian seperti yang ditunjukkan oleh Smith, natural price mengubah dengan
tingkat natural dari setiap komponennya yaitu upah, profit, dan sewa.
Upah
natural dari labor menurut smith terdiri dari produk labor yang sebelum
pemberian tanah dan akumulasi capital semestinya dalam keseluruhan
pekerjaannya. Dengan kenaikkan kelas tuan tanah dan kapitalis pekerja dia harus
membagi produknya dengan tuan tanah dan majikan. Buruh dan majikan adalah
bentuk kombinasi kenaikkan atau penurunan upah.[20]
Majikan
biasanya lebih berhasil dalam usahanya daripada buruh tapi kebutuhan buruh dan
keluarganya untuk bentuk penghidupan dasar di bawah upah tidak dapat jatuh
untuk waktu yang sangat panjang. Peningkatan demand untuk labor mungkin
meningkatkan upah serta substansi diatas tingkat penghidupan dipandang oleh
smith sebagai “yang paling rendah yang konsisten dengan kemanusiaan umumnya.”
Kemudian, demand untuk labor dapat meningkat hanya dalam proporsi peningkatan
dari “ dana yang ditunjukkan untuk membayar upah.” Jadi, munculnya dana upah
disusun dari surplus pendapatan dan surplus capital pada kelebihan dari
personal pemilik dan kebutuhan bisnis. Peningkatan pendapatan dan peningkatan capital merupakan
prasyarat dari peningkatan upah.
Suatu kemajuan dalam posisi ekonomi dari hak pekerja
untuk upah yang labih tinggi, Smith mempertimbangkan suatu keuntungan bersih
untuk masyarakat: “pelayan, buruh, dan pekerja menciptakan berbagai jenis
bagian yang besar dari setiap masyarakat politik yang besar. Tetapi, kemajuan
keadaan bagian terbesar apa yang tidak pernah dianggap sebagai suatu gangguan
untuk semuanya.
Tentang hubungan antara upah dan pertumbuhan populasi, smith
mengatakan bahwa kemiskinan tidak akan menurunkan pernikahan dan tingkat
kelahiran bahkan stimulasi selanjutnya, tapi itu akan berakibat tidak
menyenangkan pada tingkat kelahiran bayi dan anak. Dalam ajaran smith upah
tinggi dihubungkan pada peningkatan/kemajuan produktifitas labor. Pemikiran
kurva penawaran backward sloping dari labor adalah tidak secara mutlak ditolak
tapi dipertimbangkan dapat diterapkan hanya pada orang minoritas.
f. Teori Sewa
Dalam
teori sewanya, Smith bimbang antara jumlah prinsip eksplanatori pada yang di
bawah pembayaran sewa. Ini baginya, “secara alami suatu harga monopoli,” suatu
penunjukkan yang dijelaskan oleh observasi bahwa “ini tidak semua proporsion
pada apa yang tuan tanah mungkin meletakkan dalam peningkatan tanah atau apa
yang dapay dia hasilkan, tapi apa yang dapat petani hasilkan untuk diberikan.”[21]
Ketika
smith membicarakan harga komoditas dia memasukan sewa tanah sebagai elemen
biaya dan kemudian sebagai determinan harga produk, tapi dalam chapter secara
khusus disediakan untuk sewa dia mempertimbangkan suatu sewa tinggi atau rendah
efek dari harga produk yang tinggi atau rendah.
Smith
tidak mengubah bagian ini dalam kritik Hume, dia tidak menemukan
ketidakkonsistenannya. Ini mungkin bahwa dalam teori harga microekonominya dia
mempertimbangkan kegunaan khusus dari bidang tanah sebagai biaya pengadaan
dalam istilah oportunitas alternative, sedangkan dalam teori makroekonomi dari
disribusi tanah sebagai suatu keseluruhan yang dipandang sebagai perolehan
bukan kegunaan alternatif.[22]
Sewa,
lebih lanjutnya diinterpretasikan sebagai suatu perbedaan yang bermacam-macam
dengan kedua fertilitas dan lokasi. Untuk lokasi kemajuan tranportasi akan
cenderung menyamakan perbedaan lokasi sebaik sewa. Dalam teori perkembangan
ekonomi smith, peningkatan pendapat nasional dengn peningktan pemerataan
pendapatan penyewaan kelas tuan tanah.
Peningkatan
pendapatan nasional akan diingat, diprediksi oleh smith dalam dividion of labor
dimana manufaktur lebih rentan daripada agrikultur. Peningkatan spesialisasi
dan produktivitas dalam sector manufaktur ekonomi akan lebih rendah harga
manufaktur dan peningkatan nilai riil dari sewa.
Peningkatan pemerataan kelas tuan tanah dalam pendapatan
nasional kemudian mencerminkan kemajuan perdagangan dari sector agrikultur.
Dalam teori Ricardian, factor strategic yang menghasilan suatu hasil yang
dihasilkan tidak banyak meningkatkn produktivitas dalam manufaktur sebagai
diminishing return untuk tanah yang meningkatkan harga agrikultur dan dengan
demikian memajukan perdagangan sector agrikultur dari perekonomian dan
peningkatan pemerataan ini dari peningkatan nasional.
Kesimpulan
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi kapitalisme Barat yang
lahir di bumi Eropa melalui buku yang sangat monumental yang telah ditulis Adam
Smith (1776) The Wealth of Nations dunia menyambutnya dengan gempita.
Ummat manusia saat itu yakin bahwa sistem ekonomi yang akan membimbing manusia
ke arah kesejahteraan dan keadilan hanyalah sistem ekonomi kapitalisme. Ekonomi
kapitalisme sangat yakin, jika seluruh mekanisme ekonomi dikembalikan pada
mekanisme pasar bebas tanpa campur tangan pemerintah, maka perekonomian akan
berjalan dengan mekanisme yang seadil-adilnya, karena the invisible hands
akan datang dan mengatur sendiri mekanisme ekonomi tersebut. Namun sayang, yang
muncul adalah kapitalisme dan liberalisme yang sesungguhnya bertentangan dengan
norma-norma dan etika ekonomi Islam.
Sementara
itu, teori ekonomi Islam yang telah diperkenalkan oleh Al-Ghazali tanpa diterapkan
menjadi sistem jelas hanya akan menjadikan ekonomi Islam sebagai kajian ilmu saja
tanpa memberikan dampak yang positif bagi kehidupan ekonomi umat. Dapat dikatakan di sini bahwa ekonomi Islam yang sejati adalah
ekonomi yang menjadikan sektor real sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi, yang
menolak kapitalisme, liberalisme dan sosialisme. Oleh karenanya, umat Islam
harus menggeluti bisnis sektor real untuk melawan kapitalisme dan liberalisme
itu sendiri.
Daftar Pustaka
Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya
Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Fikr, t.th) hlm.74.
-------------,
Ad-Durrah al-Fakhirah fi Kasyf Ulum al-Akhirah (Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, Cetakan I, 1988).
-------------,
Kasyf Ulum al-Akhirah: Berwisata ke Alam Ruh (Bandung: CV. Marja',
Cetakan I, 2004).
-------------, Al-Mustasfa min ‘Ilm al-Ushul (Kairo: Syirkah
al-Tiba’ah al-Fanniyah al-Muttahidah, 1971).
Abbott P.
Usher, et al. (1931). "Economic History: The Decline of Laissez
Faire". American Economic Review 22 (Supplement 1):
hlm. 3-10 dikutip dari http://id.wikipedia. org/wiki/Laissez-faire.
Anonimous, "Kapitalisme
Ekonomi Adam Smith" dikutip dari
http://id.wikipedia. org/wiki/ Laissez-faire.
-------------, Pandangan Tentang Liberalisme Dalam Ekonomi dikutip
dari http:// id.wikipedia.org/wiki/Liberalisme.
-------------, artikel kutipan dari http://insidewinme.blogspot.com/2007/11/ sejarah-pemikiran-ekonomi-adam-smith.html
-------------, Sejarah Pemikiran Ekonomi Adam Smith dikutip dari
http:// insidewinme.blogspot.com/2007/11/sejarah-pemikiran-ekonomi-adam-smith.
html
Al-Syatibi, Al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam (Beirut: Dar al-Fikr,
t.th).
Campanini, in
S.H. Nasr and O. Leaman, Al-Ghazali Biografi in History of Islamic Philosophy
dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Ghazali
Donald Winch,
Adam Smith (USA: Oxford Dictionary of National Biography, Oxford University
Press, 2004) (bap. 1723, d. 1790).
Gamal. Merza, "Konsep
Uang Dalam Pandangan Al-Ghazali dan Ibnu Khaldun" dikutip dari .
Gordon.
Scott, (1955). "The London Economist and the High Tide of Laissez
Faire". Journal of Political Economy 63 (6):
461-488 dikutip dari http://id. wikipedia.org/wiki/ Laissez-faire.
Hollander.
Samuel, The Economics of Adam Smith (University of Toronto Press)
(1973).
Keynes, John Maynard. Foreword to the
General Theory. Foreword to the German Edition dikutip dari http://id.wikipedia.
org/wiki/ Laissez-faire.
Khan. Fahim, The Theory of Capital in
Islam (Malaysia: Islamic Research Institute, 1996).
M.A.
Manan, Doktrin Ekonomi Islam (Semarang: As-Syifa, 1992).
Muller. Jerry Z., Adam Smith in his
Time and Ours: Designing the Decent Society. Princeton Univ. Press (1995).
Ross. Ian Simpson, The Life of Adam
Smith dikutip dari http://id.wikipedia.org/ wiki/Adam_Smith.
Saleh Partaonan Daulay, "Mempertegas
Posisi Ekonomi Islam Antara Ekonomi Konvenasional dan Fikih Muamalah"
dikutip dari http://www.sajadah.net/ comments. php?id=764_0_1_0_C.
[1] Saleh Partaonan Daulay, "Mempertegas
Posisi Ekonomi Islam Antara Ekonomi Konvenasional dan Fikih Muamalah"
dikutip dari http://www.sajadah.net/comments. php?id=764_0_1_0_C.
[2] Bandingkan penjelasan Abu Hamid Al-Ghazali, Al-Mustasfa
min ‘Ilm al-Ushul (Kairo: Syirkah al-Tiba’ah al-Fanniyah al-Muttahidah,
1971) dan Al-Syatibi, Al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam (Beirut: Dar
al-Fikr, t.th).
[3] Merza Gamal, "Konsep Uang Dalam Pandangan Al-Ghazali dan
Ibnu Khaldun" dikutip dari
[4] Fahim Khan, The Theory of Capital in Islam
(Malaysia: Islamic Research Institute, 1996).
[5] Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din
(Beirut: Dar al-Fikr, t.th) hlm.74.
[6] Pandangan Al-Ghazali tentang teori produksi yang dikutip oleh M.A. Manan, Doktrin
Ekonomi Islam (Semarang: As-Syifa, 1992).
[7] Jerry Z. Muller, Adam Smith in his Time and
Ours: Designing the Decent Society. Princeton Univ. Press (1995).
[8] Samuel Hollander.
The Economics of Adam Smith (University of Toronto Press) (1973).
[9] Donald Winch, Adam Smith (USA: Oxford
Dictionary of National Biography, Oxford University Press, 2004) (bap. 1723, d.
1790).
[10] Ian Simpson Ross, The Life of Adam Smith
dikutip dari http://id.wikipedia.org/ wiki/Adam_Smith.
[11] Anonimous, Sejarah Pemikiran Ekonomi Adam
Smith dikutip dari http://
insidewinme.blogspot.com/2007/11/sejarah-pemikiran-ekonomi-adam-smith.html
[12] Abbott P. Usher, et al.
(1931). "Economic History: The Decline of Laissez Faire". American
Economic Review 22 (Supplement 1):
hlm. 3-10 dikutip dari http://id.wikipedia.
org/wiki/Laissez-faire.
[13] Scott Gordon (1955).
"The London Economist and the High Tide of Laissez Faire". Journal
of Political Economy 63 (6):
461-488 dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/ Laissez-faire.
[14] Anonimous, "Kapitalisme Ekonomi Adam
Smith" dikutip dari http://id.wikipedia.
org/wiki/ Laissez-faire.
[15] Ibid.
[16] Keynes, John Maynard. Foreword to the
General Theory. Foreword to the German Edition dikutip dari http://id.wikipedia.
org/wiki/ Laissez-faire.
[17] Anonimous, Pandangan Tentang Liberalisme
Dalam Ekonomi dikutip dari http:// id.wikipedia.org/wiki/Liberalisme.
[18] Artikel dikutip dari http://insidewinme.blogspot.com/2007/11/sejarah-pemikiran-ekonomi
- adam-smith.html
[19] Ibid.
[20] Ibid.
[21] Ibid.
[22] Ibid.
Komentar
Posting Komentar