Sisi Lain Sastra Dalam Pendidikan
Berkembang atau tidaknya
suatu negara banyak dipengaruhi faktor pendidikan. Di Indonesia, pendidikan
telah diatur dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia. Yang dimana, pendidikan
menjadi sarana untuk memberdayakan manusia menjadi individu yang cerdas. Dengan
pendidikan, manusia diharapkan mampu menjadi tonggak kokohnya peradaban suatu
bangsa. Menjadi bangsa yang maju dan berkembang tentu merupakan cita-cita
setiap negara di dunia.
Seiring dengan perkembangan
di tengah globalisasi dunia, pendidikan di Indonesia justru menemui berbagai
permasalahan. Para pendidik bahkan instansi pendidikan kerap kali memaksakan
kehendaknya kepada siswa. Siswa pun tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan
minat dan bakat mereka.
Sebagian besar masyarakat
masih menganggap bahwa ilmu-ilmu eksak lebih penting. Jurusan seperti teknik
dan kedokteran pun menjadi favorit bagi para calon mahasiswa maupun orang tua.
Akibatnya, muncul stereotip bahwa pendidikan di luar eksak, menjadi tidak
penting dan dipandang sebelah mata. Satu contoh yang kerap kali diabaikan
adalah pendidikan sastra.
Yang akhirnya, terjadi
ketidakseimbangan antara belajar kognitif (berpikir) dengan perilaku belajar
afektif (penerapan). Para siswa lebih mengutamakan belajar dan menghafal
dibandingkan mengamati lingkungan sekitarnya. Pendidikan hanya menciptakan
manusia siap pakai. Manusia tak ubahnya bagai komponen pendukung industri.
Sedangkan, lembaga pendidikan terjebak menjadi lembaga penghasil bahan atau
komponen dengan kualitas tertentu yang dibutuhkan pasar.
Namun pada kenyataannya,
sastra dapat digunakan untuk mengembangkan wawasan berpikir bangsa. Karya
sastra mampu membukakan mata pembaca untuk mengetahui realitas sosial, politik,
dan budaya. Selain itu, melalui sastra, masyarakat dapat menyadari
masalah-masalah penting di dalam diri mereka dan menyadari bahwa mereka
sendirilah yang bertanggung jawab terhadap masalah tersebut. Pembelajaran
sastra di Indonesia sejak dulu hingga sekarang selalu mejadi permasalahan.
Kurangnya guru yang menguasai bidang sastra, peserta didik yang kurang antusias
serta buku-buku penunjang merupakan beberapa faktor mengapa sastra sering
dianak-tirikan. Sebagian masyarakat pun masih memandang bahwa sastra hanyalah
karangan bohong belaka dari si pengarang sehingga timbul lah diskriminasi.
Sastra sangat terkait erat
dalam kehidupan manusia. Ia menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam
perjalanan budaya dan peradaban karya cipta manusia itu sendiri. Sastra seperti
pisau tajam, bahkan jauh lebih tajam, yang mampu merobek-robek dada dan
menembus ulu hati, bahkan jiwa dan pemikiran. Pisau tajam ini juga mampu
menjadi alat paling efektif untuk membuat ukiran patung karya kehidupan yang
paling indah. Sastra juga bisa lebih halus daripada sutra yang paling halus
hingga mampu menelusup ke dalam relung jiwa hingga tunduk dan pasrah pada
kekuatannya.
Kekuatan sastra yang dahsyat
mampu mengubah moralitas dan karakter manusia ke dalam persepsi kehidupan yang
berbeda. Sejarah menuliskan bagaiman sosok seorang Umar bin Khotob yang punya
kepribadian keras akhirnya luluh dalam basuhan sejuknya kekuatan sastra
ayat-ayat Al-Qur’an. Goresan luka dari tajamnya pedang takkan bisa membuatnya
menangis. Hantaman pukulan dan tendangan dari algojo terkuat dan terkejam
sekalipun takkan sanggup menggoyahkan ketegarannya. Ancaman pembunuhan dan
kematian tidak sedikit pun membuatnya merinding ketakutan.
Sebelum Al-Qur’an turun,
masyarakat jahiliyah negeri Arab memang sudah dikenal sebagai masyarakat yang
mengagungkan para penyair dengan untaian sastra puisinya. Seperti yang
dituliskan oleh Ibnu Rasyik dalam bukunya yang berjudul “Umdah” bahwa para
penyair memiliki pengaruh dan kedudukan yang tinggi bagi bangsa Arab waktu itu.
Bagi mereka seorang penyair merupakan penyambung lidah yang dapat mengungkapkan
kebanggaan dan kemuliaan mereka.
Bangsa Arab telah menganggap betapa
pentingnya peranan seorang penyair. Sehingga sering kali mereka
mengiming-imingi seorang penyair yang dapat memberikan semangat dalam
perjuangan dengan bayaran dan jabatan yang tinggi. Ada pula yang menggunakan
penyair sebagai perantara untuk mendamaikan pertikaian yang terjadi antara
kabilah, bahkan ada juga yang menggunakan penyair untuk memintakan maaf dari
seorang penguasa.
Sebuah karya puisi, pada bangsa Arab dahulu,
sanggup mempengaruhi kondisi masyarakat, bahkan mengubah sikap dan posisi
seseorang atau sekelompok orang terhadap sikap atau posisi orang dan kelompok
lainnya. Para penyair, dengan demikian juga berfungsi sebagai agen perubahan
sosial dan perubahan kebudayaan. Kehebatan sastra para penyair waktu itu hanya
bisa ditandingi oleh keindahan bahasa dari ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan
Rabbul izzati kepada Muhammad SAW.
Betapa pentingnya sastra hingga Umar bin Khotob
pun pernah mengingatkan, “Ajarkanlah sastra pada anak-anakmu, maka kau sedang
mengajarkan keberanian pada mereka!” Betapa tinggi nilai essensial dari sastra
hingga Anis Matta dalam bukunya yang berjudul “Mencari Pahlawan Indonesia”
mengajak pembacanya untuk mempelajari dan mengajarkan sastra. Sastra
mengajarkan keberanian, sastra mengajarkan kelembutan, sastra mengajarkan
keindahan, sastra mengajarkan kepedulian.
Sungguh sangat beralasan jika negara-negara
maju sudah menjadikan sastra sebagai alat untuk membendung moralitas anak-anak
muda. Para pendidik di negara-negara maju sudah menyadari bahwa sastra punya
kekuatan besar yang sanggup merasuk ke hati pelajar, sehingga moralitas mereka
juga bisa tertata.
Dalam konteks pendidikan,
bahwa karya-karya sastra dapat menjadi sarana pendidikan karakter. Karya sastra
sangat kaya dengan nilai-nilai pendidikan karakter. Jenis-jenis karya sastra
antara lain; sajak/puisi, pantun, roman, novel, cerpen, dongeng, legenda, dan
naskah drama.
Maka, jelaslah karya sastra mempunyai
relevansi tinggi dengan masalah-masalah di dunia pendidikan. Melalui karya
sastra, seorang penulis dapat menyampaikan gagasannya. Ketika gagasan itu
disebarluaskan melalui karya, masyarakat mulai berpikir akan adanya perubahan.
Terbukti beberapa beberapa puluh tahun kemudian, pemerintah Perancis mulai
membenahi sistem pendidikan yang “kolot” tersebut.
Selain sebagai media efektif
untuk penyampaian gagasan si penulis, sastra juga dapat menjadi media edukasi
bagi para siswa. Dalam memahami suatu karya sastra, siswa akan ditantang untuk
berpikir kritis. Siswa juga dapat memahami budaya masyarakat yang menjadi latar
dalam teks sastra yang sedang dipelajarinya. Jadi, nampak betul banyak sekali
manfaat yang bisa diambil ketika mempelajari suatu karya sastra. Selain
memanusiakan manusia, sastra juga mampu memperkenalkan nilai-nilai kemanusiaan
yang universal, melatih kecerdasan emosional serta mempertajam penalaran
seseorang. Dengan mempelajari sastra, seorang siswa akan dilatih kepekaannya.
Sehingga ilmu yang dipelajarinya dapat diaplikasikan secara langsung dalam
mengatasi permasalahan di masyarakat. Tentunya sastra memiliki
manfaat yang menjadi alasan kenapa sastra diajarkan di dunia pendidikan. Manfaat sastra yaitu:
Pertama. Sastra dihargai, karena berguna bagi hidup manusia. Sebuah
karya sastra tidak dapat digolongkan sebagai karya sastra apabila karya
tersebut menuturkan pengalaman uang dapat menyesatkan kehidupan manusia. Dari
sastra orang akan belajar banyak mengenai pengalaman hidup, persoalan, Dan
bagaimana menghadapinya. Kondisi
seperti ini dapat dijadikan untuk menanamkan pendidikan kepada anak-anak
mengenai hidup yang sesungguhnya. Ada masa tenang, damai, masa anak-anak,
dewasa, orangtua dan lainnya dengan aneka peran, tugas, tanggung jawab. Dengan
sastra manusia akan mengerti manusia lain.
Kedua. Melalui sastra pembaca dapat memperoleh hiburan dan
kesenangan. Jika hanya mencari kesenangan maka pembaca tersebut bukanlah
pembaca yang baik. Dalam membaca sastra kita hendaknya menikmati jalannya cerita,
pelukisan watak, mempertimbangkan, mencari kebenaran yang ada didalamnya dan
juga ikut aktif mencari makna yang ada. Maka pembaca memperoleh kekayaan rohani
yang dapat memperkuat jiwanya. Jiwa akan kuat jika diisi dengan kekayaan rohani
yakni salahsatunya diperoleh melalui karya sastra.
Ketiga. Karya sastra Mahabarata dan Ramayana menceritakan kejadian
beberapa ratua tahun yang lalu. Cerita tersebut masih tetap hidup dalam sampai
sekarang. Hal ini berarti melampaui batas zaman. Cerita ini digemari manusia
karena berisi pengalaman hidup yang mendasar yang masih terjadi sampai saat
ini, seperti kesetiaan dan penghianatan, perang saudara, orang tua yang tidak
mengakui anak dan lain sebagainnya.
Keempat. Sastra kaya dengan kata-kata
yang tersusun secara tepat dan mempesoa. Seseorang dapat belajar tatakrama
bahasa dari pengungkapan kata-kata sastrawan. Sebagai seorang pendidik dan
terpelajar sudah semestinya mampu berbicara, menulis dengan menggunakan bahasa
yang baik dan berterima. Jadi bahasa sastra dapat digunakan sebagai alat untuk
menarik hati para pendengar sesuai dengan keperluan.
Kelima. Manusia yang berbudaya adalah manusia yang cepat tanggap
terhadap segala hal yang luhur dan indah dalam hidup ini. Dalam karya seni dan
budaya terkandung gagasan tentang kebenaran, kebaikan, dan keindahan.
Kebiasaan manusia bergaul dengan kebenaran, keindahan dan kebaikan yang terdapat dalam seni atau sastra, akan memberikan pengaruh pada tingkah laku sehari-hari, yang akan berdampak pada tingkah laku yang sederhana, berbudi luhur dan disiplin.
Kebiasaan manusia bergaul dengan kebenaran, keindahan dan kebaikan yang terdapat dalam seni atau sastra, akan memberikan pengaruh pada tingkah laku sehari-hari, yang akan berdampak pada tingkah laku yang sederhana, berbudi luhur dan disiplin.
Demikian manfaat sastra dalam dunia pendidikan. Begitu besar perannya dalam kemajuan peserta didik. Maka dari itu sastra diajarkan di setiap jenjang pendidikan dengan sarana mata pelajaran Bahasa Indonesia. Maka, jelaslah karya sastra mempunyai relevansi tinggi dengan masalah-masalah di dunia pendidikan. Melalui karya sastra, seorang penulis dapat menyampaikan gagasannya. Ketika gagasan itu disebarluaskan melalui karya, masyarakat mulai berpikir akan adanya perubahan.
Bandung, Rabu 03 Mei 2017 (Penulis Sunyi)
- M.S Zulela.
2012. Pembelajaran Bahasa Indonesia; Apresiasi Sastra di Sekolah Dasar.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
-https://riniintama.wordpress.com/peran-sastra-dalam-kancah-pendidikan-bangsa.
Komentar
Posting Komentar