BENARKAH PANCASILA SUDAH FINAL


Akhir-akhir ini masyarakat terbelalak dengan pemberitaan di media masa terkait dengan ideologi bangsa ini yakni Pancasila, dengan mencuatnya BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) dengan segudang kontroversinya, baik yang pro maupun yang kontra pun ikut memberikan komentarnya dan argumentasinya. Ada ataupun tidaknya BPIP Bangsa ini telah bersepakat bahwa Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bahkan Pemerintah berencana akan menjadikan 1 Juni sebagai hari libur nasional. Pancasila merupakan ideologi dasar bagi negara Indonesia yang berasal dari ajaran Budha dalam kitab Tripitaka, berasal dari dua kata, panca yang berarti lima dan syila yang berarti dasar. Jadi secara leksikal Pancasia bermakna lima aturan tingkah laku yang penting dalam menjalani kehidupan.
Pancasila adalah jiwa bangsa Indonesia yang turun-temurun sekian lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan barat, terhegemoni oleh kerakusan bangsa-bangsa penjajah. Dengan demikian, sebenarnya Pancasila tidak hanya sebatas falsafah , tetapi lebih luas lagi yakni falsafah dalam setiap ucap, gerak, dan tingkahlaku bangsa Indonesia. menurut Ir.Soekarno.
Semangat nilai-nilai Pancasila hendaknya menjadi dasar dalam setiap tindakan kita yang bangga menjadi bagian integral Negara Indonesia, tidak terkecuali aktivitas berpolitik.
Ketika dulu para bapak pendiri bangsa bersepakat untuk mendirikan sebuah negara berdaulat yang bernama Indonesia, maka komitmen untuk terus merawat dan memperjuangkan kebesaran negeri inipun turut serta.
Negara adalah buah dari konsensus manusia untuk menghendaki berdirinya sebuah Negara yang akan menjadi tempat berlindungnya semua kepentingan anak bangsanya. Negara yang berdaulat, tentunya haruslah dipimpin oleh seseorang yang memang didaulat pula oleh rakyatnya melalui aktivitas politik yang kita maknai sebagai demokrasi, pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat, bukan untuk penguasa. Rakyat menjadi focus of fight, dalam setiap pesta-pesta demokrasi.
Dinamika politik sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam sendi kehidupan bernegara Bangsa ini, Pancasila merupakan etika mendasar dalam kerja-kerja politik yang konstruktif bukan destruktif. Politisi yang tidak menjadikan Pancasila sebagai ruh dalam berpolitik maka ia jelas Anti Pancasila. Perilaku menghalalkan segala cara dalam berpolitik, korupsi, kolusi, gratifikasi, dan rakus kekuasaan adalah sikap Anti Pancasila, manusia anti Pancasila tidak layak hidup dinegeri ini, karena Pancasila adalah “Rumah Utama dan Pertama” bagi segenap rakyat Indonesia. Namun, kenyataan terkadang tidak berbanding lurus dengan ekspektasi.
Kenyataanya, banyak politisi dan birokrat pada praktek berpolitiknya tidak lagi mengindahkan etika dan moralitas sebagaimana yang diamanatkan dalam lima dasar Pancasila beserta 45 butirnya sebagai penegas. Para politisi dan birokrat tersebut seakan dengan sengaja mengakali dan mengangkangi landasan ideologi negeri ini dengan sadar tanpa beban. Contoh saja sepekan ini dihebohkan yang menjerat Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Wahid Husein, ditangkap dalam operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Sabtu dinihari, 21 Juli 2018. Kalapas Sukamiskin itu ditangkap karena diduga menerima hadiah sebagai imbalan untuk pemberian fasilitas mewah kepada napi kasus korupsi di lapas tersebut. Dapatlah kita prediksikan, pelacuran-pelacuran terhadap aturan (konstitusi) marak terjadi. Aparat penegak hukum, mulai dari pusat hingga daerah banyak yang nyambi jadi mafia kasus. Seperti halnya lingkaran setan. Dengan fenomena itu. Dan masih banyaknya contoh kasus yang melibatkan para elit.
Birokrat tidak lagi menjadi pelayan kepentingan rakyat, aparat tidak mampu mengayomi dan menjadi tauladan untuk rakyatnya, yang nyata mereka menjadi budak-budak kepentingan dan kerakusan atas keberkuasaan yang mengekstasi dan melenakan dengan selalu mengatasnamakan kepentingan rakyat, padahal sama sekali tidak.
Begitupun dengan sepak terjang para politisi dan partai politiknya dalam kerja-kerja politik mereka. Politik oleh para oknum politisi beserta parpolnya tidak lagi diartikulasikan sebagai seni untuk mengelola Negara dan mensejahterakan rakyat, melainkan alat untuk merengkuh kekuasaan politik, kendati dengan menghalalkan beragam cara, tak masalah. Semangat jiwa Pancasila seolah hilang tak berbekas dalam raga para politisi bebas nilai tersebut. Pancasila tak lebih dari sekedar hapalan dan simbol manipulasi demi memuluskan konspirasi-konspirasi politik para elit.
Sudah banyak kasus politisi yang menihilkan Pancasila dalam kerja politik mereka, sebagai contoh,  kasus empat tokoh yang terjebak kasus pidana korupsi, kasus pelanggaran etik bahkan mungkin pidana Setya Novanto dalam judul papa minta saham, kasus korupsi pengadaan daging sapi, Lutfi Hasan Ishaq, korupsi dana haji Surya Dharma Ali yang, dan mereka pun mendapatkan hukumannya di rumahkan di LP-SUKAMISKIN namun yang ganjil ialah ketika Sidak yang dilakukan oleh KPK ke LP-SUKAMISKIN ini sungguh mengejutkan kita sebagai rakyat. Dimana, seharusnya rumah tahanan memberikan efek jera bukan malah memberikan kenyamanan yang berlebih untuk para aktor-aktor tersebut. Penulis menyaksikan salah satu acra MATA NAJWA pada malam hari (Rabu, 25/07/18) didalam acra itu menghadirkan Mentri Hukum dan HAM. Banyak bukti-bukti baru dalam membenarkan praktek Pelayanan Khusus dengan ongkos yang tidak murah, bahkan ada penghuni rutan itu yang membawa uang sampai lebih dari 1 juta rupiah, dan fasillitas yang mahal, dan bahkan lebih mencengangkan ada dua lapas yang di jadikan satu untuk satu orang, dan di dalamnya ada ruang kerja untuk para tahanan, sungguh ironis bangsa ini. Dengan fenomena ini penulis dapat berargumen Semua NILAI dan PENGHAYATAN PANCASILA yang dengung-dengungkan para elit pemerintah semuanya Nol-Besar. Dimana rasa keasdilan bagi seluruh rakyat indonesia. Sudah yakinkah kita bahwa PANCASILA sudah FINAL. Apabila Final maka segala bentuk Ketuhanan, Keadilan yang Beradab, Persatuan, Kerakyatan yang Di Piimpin Oleh Hikmah, Permusyawaratan, Keterwakilan dan Keadilan sudahkah tercermin pada bangsa ini. Tentunya rakyat lebih cerdas dan cepat dari pada pengawasan Intelejen itu sendiri.
Suka ataupun tidak, inilah fakta Indonesia kita saat ini, perlu penanganan serius dari segenap elemen bangsa, tidak hanya aparat penegak hukum saja melainkan semua elemen harus berperan aktif dalam mengembalikan makna kesaktian Pancasila yang sering kita dengung-dengungkan. Pancasila cukup representative mengakomodir realitas kebangsaan kita yang pluralis. Konsep Pancasila tentang ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan, dan keadilan adalah kebenaran universal yang harus terus kita perjuangkan, dan kelima nilai tersebut merupakan inti dari ajaran agama-agama. Jangan lagi ada penjajahan, intimidasi, dan terror dalam bentuk apapun di negeri ini, karena kita memiliki hak dan kewajiban yang sama secara asasi sebagai anak negeri. Demikian pula dengan politik, harus kita pahami sebagai sarana untuk membangun kualitas hidup bangsa bukan malah menghancurkan waktu hidup bangsa ini
Yakinilah  kritik ini semata kami sebagai bangsa peduli, bahwa kita mampu untuk mempertegas kembali kehormatan dan kedaultan sebagai sebuah bangsa yang besar, bangsa yang terhormat, dan disegani oleh kawan maupun lawan dengan Pancasila sebagai ideologi dasar sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Bung Karno Putera Sang Fajar dalam setiap hela nafas gelora revolusi kerakyatannya. “ Pancasila, sila artinya azas atau dasar dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan sebuah sebuah negara Indonesia, kekal dan abadi ”.
                                                                        Bandung, 26 Juli 2018                              
                                                                                    Penulis Sunyi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM KEBENDAAN DAN HAK KEBENDAAN

KAIDAH-KAIDAH FIQIH

“Menanamkan Cinta Ilmu Kepada Anak”