“Hukum Telah Kehilangan Substansi Tujuannya” (fakta sekarang ini Indonesia telah mengalami krisis kepatuhan hukum)
Penulis Sunyi :
Yadi Jayadi

(Penulis
Bergiat : Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum (UIN SGD BDG) Pimpian Umum LPM
LENSA, Ketua Pembina Remaja Komplek Griya Mitra Posindo-Bandung, Guru DTA Mitra
Muhajirin-Bandung)
Bangsa ini sudah mempunya perangkat
regulasi yang memadai untuk menjerat para pelanggar hukum. Sayangnya, penegakan
hukumnya belum efektif.
Budaya
hukum sangat erat hubungannya dengan kesadaran hukum dan diwujudkan dalam
bentuk prilaku sebagai cermin kepatuhan hukum di dalam masyarakat. Di dalam
budaya hukum itu dapat dilihat suatu tradisi prilaku masyarakat kesehariannya
yang sejalan dan mencerminkan kehendak undang-undang atau rambu-rambu hukum
yang telah ditetapkan berlaku bagi semua subyek hukum dalam hidup berbangsa dan
bernegara. Di dalam budaya hukum masyarakat dapat pula dilihat apakah
masyarakat kita dalam kesadaran hukumnya sungguh-sungguh telah menjunjung
tinggi hukum sebagai suatu aturan main dalam hidup bersama dan sebagai dasar
dalam menyelesaikan setiap masalah yang timbul dari resiko hidup bersama.
Namun
jika hukum diberlakukan secara diskriminatif, penuh rekayasa politis, tidak
dapat dipercaya lagi sebagai sarana memperjuangkan hak dan keadilan, maka
jangan disalahkan jika masyarakat akan memperjuangkan haknya melalui jalur
kekerasan atau hukum rimba atau kekerasan fisik (eigen rechting). Dalam banyak
fakta sekarang ini Indonesia telah mengalami krisis kepatuhan hukum karena
hukum telah kehilangan substansi tujuannya, dan buadaya prilaku masyarakat
telah memandang hukum ditegakkan secara diskriminatif dan memihak kepada
kepentingan tertentu bagi orang-orang berduit, dan berkuasa. Quo Vadis Penegakan
Hukum Indonesia.
Dan ada yang beranggapan bahwa proses
penagakan hukum selama 2016 ini masih berrgantung pada anggaran. Dengan
anggaran yang kurang, maka aparat penegak hukum masih banyak yang terlibat
kasus hukum, suap, dan korupsi. Karena itu agar proses hukum professional, maka
harus didukung dengan anggaran yang memadai.
Penulis mecermati apalagi masyarakat sekarang
ini menjadi lebih berani tidak patuh pada hukum demi kepentingan pribadi karena
hukum dalam penegakannya mereka nilai tidak mempunyai kewibawaan lagi,
dimana penegak hukum karena kepentingan pribadinya pula tidak lagi menjadi
penegak hukum yang baik, penegakan hukum dirasakan diskriminatif . Sehingga
dalam hal ini, kesetiaan terhadap kepentingan pribadi menjadi pangkal tolak
mengapa manusia atau masyarakat kita tidak patuh pada hukum.
Masyarakat
sangat berharap penegakan hukum itu penting karena sebagai instrument tegaknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Jangan seperti di era Orde Baru,
dimana hukum semaunya penguasa. Maka di era reformasi ini hukum dan hakim harus
menjadi jaminan rasa keadilan masyarakat, aman, dan nyaman bagi masyarakat
keseluruhan,”
Perlu
Penulis tegaskan lagi, bahwa kepatuhan hukum masyarakat pada hakikatnya adalah
kesadaran dan kesetiaan masyarakat terhadap hukum yang berlaku sebagai aturan
main (rule of the game) sebagai konsekuensi hidup bersama, dimana kesetiaan
tersebut diwujudkan dalam bentuk prilaku yang senyatanya patuh pada hukum (
antara das sein dengan das sollen dalam fakta adalah sama).
Oleh karenanya sekalipun masyarakat kita sadar
terhadap hukum yang berlaku di negaranya, belum tentu masyarakat kita tersebut
patuh pada hukum tersebut. Kepatuhan terhadap hukum adalah merupakan hal yang
substansial dalam membangun budaya hukum di negeri ini, dan apakah sebenarnya
kepatuhan hukum itu..?
Kepatuhan hukum adalah kesadaran kemanfaatan
hukum yang melahirkan bentuk “kesetiaan” masyarakat terhadap nilai-nilai hukum
yang diberlakukan dalam hidup bersama yang diwujudkan dalam bentuk prilaku yang
senyatanya patuh terhadap nilai-nilai hukum itu sendiri yang dapat dilihat dan
dirasakan oleh sesama anggota masyarakat.
Dan pada akhirnya apabila masyarakat tidak
merasakan keadilan yang se-adil-adilnya maka akan lahir budaya hukum yang lebih
gila lagi (Hukum Jalanan), Penulis beranggapan “Di negeri ini banyak
pengadilan tapi sulit mencari keadilan” dan tak jarang seperangkat keadilan itu
dijadikan pelindung bagi cukong-cukong elit penguasa saja. Saya rasa
dalam fenomena ini terjadinya “Kesemuaan Dalam Penegakan Hukum”
Bandung
05 Januari 2016
Penulis
Sunyi
Komentar
Posting Komentar